Catatan Akhir Kuliah – Part 15

“Woi Al!!!”. Sapa Putri menepuk bahuku.
“Eh Put, mau siomay?”. Sahutku sedikit tersedak
“Gak deh, kok makan sendirian?”. Tanya Putri sembari duduk disampingku.
Saat ini aku sedang makan siomay di kantin kampus lalu datang Putri menghampiriku.

“Angel sama Indra lagi keliling nyari pupuk”. Ucapku ditengah diamnya Putri.

Teman-teman sudah mulai sibuk penelitian sebagai salah satu syarat pembuatan skripsi. Aku masih belum tahu akan penelitian apa setelah memutuskan untuk keluar dari proyek penelitian dosen tentang pengaruh pemupukan pada jagung manis hanya karena merasa kecewa mendapatkan waktu penelitian setengah tahun lagi karena lahannya gantian dengan yang lain

“Jadi, loe penelitian apa?”.
Pertanyaan Putri seketika membuatku semakin diam. Putri sendiri penelitian kultur jaringan. Kultur jaringan adalah bagian tanaman tertentu yang diambil kemudian ditumbuh kembangkan dalam media agar di laboratorium yang aseptik, bagian tanaman tertentu seperti jantung pisang. Kultur jaringan merupakan teknologi pada tanaman.

“Aku bingung”. Jawabku meletakkan garpu karena sudah selesai makan.
“Proyek dosen kan banyak”.
“Aku males panas-panasan”.
“Al!!! Kita ini anak pertanian masak takut panas”.
“Kamu aja di lab”.
“Iya juga”. Jawab lembut Putri. “Terus loe mau penelitian apa?”.
“Aku tertarik penelitian paklobutrazol sama Ibu Sakinah”.
“Paklobutrazol apa?”.
“Itu loh buat mendekin tanaman tapi bisa berbunga banyak”.
“Oh yang di melati pot kemarin?”.
“Nah iya, apalagi bunga krisan kemarin dibuat pendek bagus”.
“Terus loe mau bunga apa?”.
“Bunga alamanda”. Jawabku antusias.
“Yaelah mentang-mentang nama loe alamanda gitu”.
“Ya enggak gitu kan alamanda batangnya panjang-panjang kalau dibuat pendek terus bunganya banyak kan bagus”.
“Iya deh, loe cepet ketemu Ibu Sakinah biar bisa seminar”.
“Siap deh”. Jawabku mengangkat jempol.

Ponselku lalu bergetar, ternyata panggilan dari Angel.
Aku : Kenapa Ngel?
Angel : Lagi dimana?
Aku : Lagi di kantin
Angel : Beliin minum 5 botol besar bawa ke lahan
Aku : Siap
Angel : Makasih Al
Aku : Iya
Angel kemudian menutup telepon.

“Mau ke lahan?”. Tanya Putri.
“Iya nih, tapi beli minum dulu”. Jawabku memasukkan ponsel ke dalam tas. “Mau ikut?”.
“Salam aja, gue mau ke lab lagi”.
Kami kemudian berdiri dan sama-sama membeli minuman.
“Oh ya udah, aku duluan yaa”.
“Hati-hati”. Ujar Putri.
“Semangat Put”.
Putri hanya tersenyum dan meninggalkanku.

Aku berjalan menuju jalan setapak yang tak jauh dari gedung fakultas kami. Aku begitu terkejut setelah sampai tempat. Aku melihat Alsan, Rico, Andi, dan Genta sudah penuh keringat sembari mencangkul, bahkan Genta sampai membuka baju, syukurnya badannya Genta bagus. Aku terdiam tak jauh dari lahan memandangi mereka yang belum sadar akan kehadiranku, lalu aku berteduh dibawah pohon dekat mereka. Rico terus digoda oleh anak laki-laki lainnya karena sedari tadi Rico terus mengeluh untuk istirahat sejenak. Rico memang tidak pernah bekerja berat apalagi untuk mencangkul, itu semua dilakukan bukan untuk uang tapi gengsi.

“Al!!!!”. Sapa Angel sembari melepaskan helm yang baru datang. Sontak anak laki-laki memandangiku termasuk Alsan.
“Air minum datang!!!!”. Teriak Genta menghampiriku dan langsung mengambil botol minuman di plastik yang aku letakkan disampingku.
“Kalian mau gak?”. Tanya Genta lalu minum hingga airnya tinggal setengah dan anak laki-laki lainnya hanya tersenyum.
“Haus Gen”. Ledek Angel.
“Dehidrasi malahan”.
“Maaf sih Gen”.
“Ya enggaklah canda”. Genta dan Angel tertawa bersama.

Alsan duduk disampingku dan meminum minumannya. Wajahnya yang penuh keringat ingin sekali aku lap. Aku mengambil selembar tissue dari tasku dan aku berikan kepadanya.
“Cuma satu?”.
“Hemat, ini dari pohon”. Jawabku tersenyum dan Alsan hanya acuh.

“Gue gak bayangin ya kalo penelitian sendirian, gimana capeknya”. Keluh Rico setelah minum.
“Makanya itu ayok bareng-bareng kelarin semua ini karena saat teman kita tertinggal, orang terdekat lebih membantu daripada teman dekat”. Sahut Angel.
“Makanya baik-baik sama orang biar saat susah ada yang bantu”. Ujar Andi.
“Soalnya ada masanya teman kita bukan itu-itu aja”. Sanggah Alsan yang dibalas sorak anak-anak.

“Yo dah yok lanjut”. Ajak Genta sembari melempar botol minuman sembarangn.
“Genta!!!!”. Teriak kami berenam termasuk Indra.
Rico berdecak dan berucap. “Katanya cinta Indonesia tapi buang sampah sembarangan”.
“Jadi mau loe apa?”. Tanya Genta menghampiri Rico dengan wajah kesal.
“Al udah gak ulang tahun loh”. Jawabku lirih dan semua orang tertawa.
“Ya enggaklah canda”. Jawab Genta dan aku hanya tersenyum.
“Yo dah yok lanjut kerja”. Ajak Alsan dan semua anak laki-laki berdiri melanjutkan mencangkul.

“Mau kemana Ndra?”. Tanya Andi pada Indra yang berjalan dibelakangnya.
“Mau ikut nyangkul”.
“Udah loe ikut Al sama Angel duduk dibawah pohon aja”.
“Tapi Ndi?”. Ucapan Indra terpotong ketika Andi berjalan begitu saja.
“Indra!!”. Teriak Angel kemudian.
“Apa?”.
“Sini loe gak usah ngotak”.
“Tapi gue gak enak”.
“Entar loe pingsan nyusahin gue aja”.
“Ah gue ini lakik”.
Angel memincingkan mata dan Indra menurut. Aku mendengarkan Angel dan Indra sedang diskusi mengenai penelitian mereka.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki datang menghampiri kami. Pandanganku teralihkan dengan langkah kaki tersebut.
“Eh Tonny”. Sapa Indra sembari berdiri. Tonny adalah teman kelas kami. Dia terkenal angkuh. tapi aku merasa biasa aja selama dia tidak mengganggu hidupku.
“Disaster is coming”. Gumam Angel.
“Kalian ngapain disini?”. Tanya Tonny sembari memegang rokoknya yang masih berasap.
“Kami lagi penelitian dan minta tolong mereka buat nyangkul lahan kami”. Jawab Indra sopan.
“Oh”. Jawab Tonny sembari mengangguk dan menghisap rokoknya yang tinggal setengah. “Kalian gak nyewa orang?”.
“Awalnya gitu, tapi ada temen mau bantu dan bayarnya lebih murah jadi ya sama temen”. Jawab Indra dan Angel tetap pura-pura merasa tidak ada keberadaan Tonny. Tonny sepertinya datang ke lahan karena ada praktikum, terlihat anak-anak dari kelas sebelah berdatangan.

Kuliah pun bisa memilih dosen yang membuatmu nyaman, sesuaikan saja dengan kelasnya. Ada juga yang harusnya sekelas tapi kuliahnya tidak sekelas karena jadwalnya tabrakan dengan mata kuliah lain. Jika sudah kuliah, bukan dosen yang mencari kamu, tapi kamu yang mencari dosen.

“Woi Alsan!!!”. Teriak Tonny menyapa Alsan. Tonny juga hobi nongkrong di Kafe Senja walau sekedar tebar pesona kepada para gadis, itu kata Genta. Alsan hanya menaikkan dagunya untuk menjawab sapaan Tonny kemudian kembali mencangkul. Alsan juga malas menanggapi Tonny. Tonny hanya mau menyapa Alsan karena Alsan terkenal dikalangan gadis dan pandai bermain musik.
“Loe kuliah cuma nyangkul aja?”.
Pertanyaan Tonny membuat Rico membanting cangkul dan menghampiri Tonny.
“Udah Co gak usah”. Bujuk Andi menghalangi langkah kaki Rico dengan tangan di dada Rico.
“Jadi kalian kuliah mahal-mahal cuma jadi tukang nyangkul? Ngabisin duit aja”.
Rico menghempaskan tangan Andi yang menahannya dan pergi menghampiri Tonny.

Plakkk!!!!
Suara pukulan cukup keras di pipi Tonny yang membuat rokoknya hingga terpantil hingga jatuh ke tanah. Indra mengambilnya dan membuang di kotak sampah. Tonny menggertakkan giginya dengan tatapan sangar lalu memandangi wajah orang yang telah menamparnya.
“Loe bilang apa?! Ngabisin duit? GAK MIKIR!!!!”. Ujar Delia santai melipat kedua tangannya yang tiba-tiba datang. Delia menarik lengan Rico untuk ikut bersamanya. Entah kemana Delia membawa Rico pergi tapi yang jelas menjauh dari Tonny.

“Bro! Mendingan loe pergi dari sini”. Teriak Genta.
Tonny masih berdiri mematung. Angel menghampiri Tonny. “Rico juga kaya kayak loe, tapi dia gak sombong dan menghargai teman. Mereka nyangkul bukan buat sekedar menyangkul, tapi bantu temen”. Perkataan Angel mengalihkan mata Tonny kepada Angel lalu memutar tubuhnya pelan dan pergi.
“Loe tau Ton?! Delia nolak loe bukan karena loe kurang kaya tapi Rico lebih baik dari loe!!!”. Teriak Angel.

Seseorang bisa saja terluka karena ucapan, tapi hati seseorang benar-benar bisa terluka jika ucapan itu datang dari seseorang yang dicintai. Bukan tanpa alasan Rico begitu emosi dengan Tonny, dari dulu sampai sekarang Si Tonny masih mengganggu Delia.

“Udah yok lanjut kerja”. Ajak Alsan dan mereka kembali bekerja.

Kami kembali melanjutkan aktivitas, aku dan Angel menemani mencangkul, sedangkan Indra terpaksa menggantikan posisi Rico. Andi dan Genta meledekku dan Angel yang dulunya kemana-mana bertiga seperti pentol korek. Genta juga menggodaku bahwa dulu aku suka sendiri di kantin kayak tidak punya teman. Aku hanya mengerucutkan bibir dan menangkap Alsan yang menertawaiku.

“Darimana loe?”. Tanya Angel pada Rico yang baru datang dan menghampiri kami.
“Gue dari mobil Delia”.
“Rico ganti kaos?”. Tanyaku.
“Iya Al tadi kan basah apalagi warnanya putih jadi kesannya transparan. Delia juga ngelarang gue telanjang dada”.
“Loe kurus sih”. Ujar Angel ketus.
“Enak aja!!! Delia pasti takut ada cewek lain suka sama gue karena gue seksi”.
“Yeee pede!!!!”. Teriak Angel.
“Ini apaan?”. Tanya Indra menunjuk tas kantong yang dibawa Indra.
“Cewek gue tadi masak nasi goreng dan ini banyak, ayok makan bareng-bareng”. Ujar Rico kemudian membuka kotak makanan yang ada 2 kotak dalam tas kantong. Kami kemudian mencuci tangan karena hanya ada satu sendok makan.

“Aku pamit pulang ya?”.
“Kok pulang Ndra?”. Tanya Rico.
“Aku mau jualan tahu bakso di simpang lima”.
“Yo dah gue doain laris”. Ujar Andi sembari memberikan tangan pada Indra untuk tos.
“Aamiin, makasih semua”.
“Oke Ndra hati-hati”. Teriak kami.

“Hmmm Delia ini tauk aja gue laper”. Ujar Genta sembari duduk bersimpul. Angel, aku, Alsan, dan Rico makan bersama, sedangkan kotak terakhir tentunya Andi dan Genta yang memiliki porsi besar.
“Si Delia pinter masak juga”. Puji Indra.
“Kalau di rumah juga suka coba-coba buat kue”. Jawab Rico tersipu.
“Pantes Rico cinta walau judes”. Gumam Andi dan semua orang tertawa.
“Eh, emangnya Putri gak judes?”. Tanya Rico tak terima.
“Ya judes tapi gak sampek berani tampar orang juga”. Jawab Andi.
Rico tertawa begitu senangnya kemudian bertanya pada Angel. “Oh ya Ngel, loe bisa masak?”.
“Gue sih bisa”.
“Kalo Al?”.
Pertanyaan Rico kompak membuatku dan Alsan menatap Rico karena kami duduk berdampingan.
“Alamanda”. Ujar lirih Rico.
“Kalo aku kurang pandai”. Jawabku pelan.
“Wah, loe kalah sama Alsan Al, Alsan ini pinter masak”. Ujar Andi.
“Nanti juga kalo Al sering masak lama-lama pandai juga”. Sahut Alsan sembari mengambil makanan dengan tangannya.
“Gue juga bisa masak karena terbiasa”. Sanggah Angel.

Kami kembali melanjutkan makan dan bercanda gurau. Rico terus meledekku karena makanku yang sedikit. Genta seperti biasa selalu punya tingkah yang aneh dan lucu, kali ini Genta dan Andi saling menyuapi yang membuatku dan Angel tertawa geli melihatnya.
“Akhirnya kelar juga”. Ujar Rico selesai makan kemudian menyanggahkan tangannya dibelakang tubuhnya untuk tidur.
“Loe mah istirahat muluk”. Ledek Andi.
“Capek Ndi”.
“Makasih ya teman-teman”. Ujar Angel sembari memberikan amplop pada Alsan.
“Asiiik akhirnya ngerasain punya uang sendiri”. Teriak Rico begitu senang.
“Gimana kalau uang ini kita pakai buat foto studio”. Ujar Andi.
“Iya boleh tuh”. Jawab Rico.
“Gue setuju”. Jawab Alsan.
“Gue mikut aja deeh”.
“Ikut Gen”. Ujarku pada Genta. Angel kemudian tertawa. “Genta sengaja ngomong gitu Al”.
“Oh”. Jawabku kemudian tersenyum.
“Yo dah gue nebeng loe ya Ndi”.
“Siap Ngel”.

Kami kembali bersiap-siap untuk pulang karena hari sudah sore. Kami melewati kolam ikan yang menuju parkiran motor. Kami berhenti dan duduk sejenak menatap senja di pinggiran kolam. Kami saling diam dan menatap matahari yang mulai turun. Tuhan punya seribu cara yang indah jika kita meminta. Dulu waktu sekolah, aku hanya memiliki teman sedikit dan jarang bermain di luar bersama teman-teman karena nenek melarang. Tapi sekarang nenek yang mengenalkan teman padaku. Nenek yang sebenarnya mengenalkanku pada Putri yang merupakan anak dari teman ayahku. Dari Putri, aku mengenal Angel yang merupakan teman kosannya. Percayalah, masa-masa indah saat pendidikan bukanlah saat kamu dikenal banyak orang, tetapi saat kamu mampu membuat kenangan indah bersama teman-temanmu.

¤¤¤¤

Alarm ponselku seperti biasa berbunyi. Aku pun langsung bangun dan menghidupkan lampu di atas nakas. Suara orang sedang mengaji terdengar hingga kamarku seperti biasa. Aku lalu melakukan olahraga kecil seperti berjalan memutar di taman bersama nenek hingga adzan subuh berkumandang. Setelah sholat, seperti biasa aku beres-beres rumah.

“Auuu”. Keluhku saat terasa ada sesuatu yang melemparku yang sedang menyapu teras belakang. Aku melihat tidak ada siapapun. Aku kembali menyapu dan kembali ada yang melempar. Aku benar-benar kesal hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan aktivitasku. Tak ada apapun dan cukup membuatku merinding. Pak Toto pun keluar dari dapur membawa gergaji melewatiku.
“Mbak Al nyapunya jangan setengah-setengah, gak baik”. Ujar Pak Toto sembari mengenakan sandal dan berjalan menuju kebun. Aku kembali melanjutkan menyapu dan menyelesaikannya.

“Astaghfirullah!!!”. Teriakku melihat Alsan berdiri. “Alsan mah!!!”. Teriakku kembali.
“Kamu mah kagetan”.
“Ya kamu kenapa berdiri disitu”. Ujarku menggantungkan sapu di tiang penyaga atap rumah.
“Kamu ngapain di rumah?”.
“Harusnya aku yang tanya kamu ngapain disini?”. Tanyaku kemudian berjalan ke dapur dan mengambil air teh di teko beserta gelas lalu aku bawa keluar.
“Aku pinjam gergaji buat motongin bambu penyangga timun nanti”. Ujarnya sembari duduk. “Nenek mana?”. Tanyanya saat aku sedang menuangkan minuman untuknya kemudian aku duduk.
“Nenek sudah berangkat sekolah”.
“Kamu penelitian apa jadinya?”. Tanya Alsan kemudian meminum tehnya.
“Aku besok baru ngomong sama Ibu Sakinah mau penelitian tanaman hias karena hari ini seharian ngajar”.
“Tentang apa?”.
“Paklobutrazol”.
“Mau tanaman apa?”.
“Alamanda”.
“Oh…”.
“Lah terus musti gimana?”.
“Gak gimana-gimana juga”. Jawabku kemudian meminum tehku.
“Al, kita udah mulai penelitian, kamu jangan ragu buat minta tolong. Sesibuk apapun kami pasti punya waktu untuk bantu temen”.
“Iya Al”. Jawabku tersenyum.
“Jadi jangan sendirian nantinya akhirnya ngelamun”.
“Iya Al”.
“Kamu mau jadi pacar aku?”.
“Iya Al”.
“Hah?”. Ujarku terkejut setelah kata iya dan Alsan kemudian tertawa. “Habisnya kamu iya aja, yo dah aku mau kampus dulu, gak kayak kamu gak ngapa-ngapain”. Ledeknya sembari berdiri. Alsan kemudian seperti merogoh sesuatu dari saku celananya dan memberikanku sebuah selotip berwarna bening dan sepucuk surat.
“Buat apa selotip?”. Tanyaku bingung.
“Titip aja”.
“Emangnya powerbank?”.
“Masih kamu simpan?”.
“Kadang aku pakai juga, mau diambil apa?”.
“Enggak usah buat apa, bawa aja dulu, nanti pas penelitian paling dibutuhin”.
“Al, kamu ngasih surat lagi, padahal kemarin belum aku bales”.
“Aku tak perlu balasan, jika setiap apa yang aku lakukan berarti untukmu”.
“Gayak sih”.
Alsan pun tertawa.

Alsan mengambil plastik berisi gergaji dan berpamitan kepada Pak Toto.
“Inget ya Al, satu hari kamu menunda skripsi, sama saja satu hari kamu menunda menikah”.
“Apa hubungannya coba”. Sanggahku tak mengerti dan Alsan hanya tersenyum.

Aku berdiri dan berjalan menuju gerbang diikuti Alsan. Alsan bercerita kepadaku bagaimana semalam Andi dan Genta meminta maaf kepada Tuhan tentang bunga edelweis di balkon sembari meminum kopi. Alsan bercerita mereka menjadi tontonan karena seperti bicara sendiri kepada langit hingga Rico datang dan meledek mereka. Akhirnya Andi dan Genta menanam lotus di Kafe Senja sebagai permintaan maaf. Aku pun meminta Alsan untuk mengajakku kembali ke Kafe Senja jika lotus berbunga. Alsan kemudian bercerita tentang filosofiku tentang lotus kepada mereka, ini benar-benar membuatku malu.
“Kok Alsan cerita?”. Keluhku.
“Ya gimana ya, habisnya unik aja filosofi lotus kamu itu, semua bunga di air juga gitu berarti?”.
“Tapi lotus bagiku menarik dengan segala keyakinan yang ada didalamnya”.

Saat kami sedang mengobrol, Alsan sudah duduk diatas motor dengan gergaji sudah dikaitkan di jok belakang motornya, dua anak remaja putri yang masih berseragam SMA melewati kami. Mereka tersenyum melihat Alsan, apalagi saat Alsan menatap mereka, sontak mereka salah tingkah yang ketara sekali. Aku dan Alsan hanya beradu tatapan akan tingkah mereka berdua, tetapi saat mereka sudah melewati kami, salah satu dari mereka membuang sampah minuman begitu saja di pinggir jalan tanpa merasa bersalah. Aku memungutnya dan membuang di kotak sampah samping gerbang rumah. Aku kembali menghampiri Alsan.
“Kenapa kamu harus repot-repot membuangnya?”. Tanya Alsan.
“Kita tidak pernah tahu, kebaikan mana yang nantinya membawa keberuntungan”.
“Jika kau melakukan itu, bisa saja seseorang jatuh cinta padamu”.
“Bagaimana seseorang bisa jatuh cinta karena orang lain membuang sampah pada tempatnya?”. Tanyaku tertawa geli.
“Karena kau tak tahu kebaikan mana yang membuat seseorang bisa jatuh cinta, bukankah kadang kita menyukai seseorang karena kebaikannya?”.
Pernyataan Alsan membuatku terdiam. Alsan mengenakan helm dan pamit berangkat ke kampus. Setelah Alsan benar-benar pergi, aku kembali ke belakang untuk mandi dan cuci baju.

Saat aku menjemur, aku melihat Pak Toto yang sedang membersihkan rumput sembari menyanyikan Lagu Ikke Nurjanah yang berjudul memandangmu.

Bulan bawa bintang menari.. iringi langkahku..
Siang hadir bawa diriku.. berjumpa denganmu..

“Pak Toto yang bener malam!!!”. Teriakku saat beliau salah lirik.
“Eh Mbak Al”. Jawabnya meringis memandangku. “Kirain gak tau lagu dangdut”.
“Tau dong Pak Toto, jenis musik yang satu-satunya punya Indonesia kok gak tau”. Jawabku bangga kemudian berjalan menuju teras belakang sembari memetik bunga mawar merah dan aku letakkan diatas telingaku.
“Cieee lagi seneng”. Ledek Pak Toto dan aku hanya mengedikkan bahuku kemudian berjalan teras belakang dan duduk di kursi untuk membaca surat dari Alsan.

Al, titip selotip ya…suatu hari mungkin dia bermanfaat untuk menyatukan uang-uang yang robek..

Aku tertawa membaca suratnya. Aku pikir Alsan kurang kerjaan mengirim surat dengan tulisan seperti itu. Aku pun menyimpan surat dan selotip di kotak surat seperti biasa dan bergegas mandi.

Aku pikir mentari adalah hal menarik..
Aku pikir senja adalah hal terbaik..
Aku pikir bunga lotus adalah bunga terunik..
Tapi nyatanya, pribadimu lebih membuatku tergelitik..