“Gue lagi sama Al di kosan”.
Suara Angel yang aku dengar saat menerima telepon dari Rico. Aku dan Angel sedang berada di lahan penelitian Angel. Kami sedang menyemai benih tanaman mentimun di bawah pohon.
“Kenapa Ngel?”. Tanyaku saat Angel memasukkan ponsel dalam saku celananya.
“Biasa Si Rico minta kita datang”.
“Kita kan emang datang”.
“Iya kita datang, tapi kemarin gue ledekin kalo gak dateng”.
Aku hanya tersenyum dan kembali melanjutkan pekerjaan. Indra dan Alsan datang setelah kami selesai menyemai. Angel berteriak girang ketika pupuk datang. Alsan dan Rico datang mengendarai mobil bak dengan beberapa kantong pupuk. Aku dan Angel membantu bersama mengangkut pupuk yang dikarungi ukuran 25kg, sedangkan Alsan dan Indra mengangkut sendiri. Setelah selesai, kami bergegas mencuci tangan. Angel dan Indra mencuci tangan duluan karena untuk menghitung kebutuhan pupuk lalu mereka duduk di gazebo. Aku pun juga mencuci tangan.
Saat aku mencuci tangan, tiba-tiba ada yang mengikat rambutku yang menjuntai. Aku sontak langsung menengok ke samping dan ternyata itu Alsan. Aku meluruskan kepalaku dan kembali cuci tangan.
“Kenapa diam saja?”. Tanya Alsan yang masih mengikat rambutku menggunakan karet gelang.
“Terima kasih”. Jawabku sudah selesai mencuci tangan setelah Alsan mengikat rambutku. Alsan memajukan tubuhnya ke tempat kran setelah aku melangkah ke sampingnya.
“Kamu belum cuci tangan?”.
“Iya”. Jawab Alsan masih mencuci tangannya.
“Kamu kan habis megang pupuk?”.
Alsan kemudian berdiri dan mengangguk dan mengambil langkah pergi yang langsung aku ikuti.
“Seumur-umur nenek habis megang pupuk gak pernah nyentuh rambutku langsung kalau lagi berantakan”. Gumamku mengikuti langkahnya di belakang dan tiba-tiba Alsan berhenti membuatku menabrak punggungnya. Alsan membalikkan tubuhnya dan memandangiku dengan menurunkan kepalanya ke arahku yang sedang memegang dahiku karena sakit lalu ia kembali melangkah pergi.
Dasar orang aneh..
“Loe darimana?”. Tanya Indra pada Alsan.
“Habis cuci tangan”.
“Bukannya loe udah cuci tangan tadi?’.
“Apa iya? Kok gue lupa”. Jawab Alsan duduk kemudian minum.
Kalau udah cuci tangan ngapain cuci tangan lagi, katanya cinta lingkungan tapi buang-buang air..
“Yok kita tempat Rico”. Ajak Indra.
“Yok”. Jawab Angel dan mengajakku jalan bersama.
“Bareng aja”. Ajak Alsan.
“Terus kami duduk mana?”. Tanya Angel.
“Duduk di belakang kan luas”. Jawab Alsan dengan tertawa.
“Kalian depan, aku di belakang”. Ujar Indra.
Kami naik mobil dengan aku yang berada di samping Alsan. Aku benar-benar tidak nyaman sebenarnya, Alsan terus membolak balikan gigi mobil dan tak sengaja menyentuh punggung tanganku. Tak lama kami sampai di depan gedung seminar, aku dan Angel turun sedangkan Alsan dan Indra membalikkan mobil terdahulu baru menyusul. Aku dan Angel memasuki ruang seminar Rico dan luar biasa ternyata sudah ramai mahasiswa. Hal yang wajar bagi mahasiswa yang terkenal seperti Rico.
“Tadi Rico ngundang kita kan?”. Tanya Angel lirih kami masih berdiri di pintu.
“Iya”. Jawabku lirih.
Kami juga memandangi Putri yang membantu Delia menyusun kue di meja, sedangkan Andi membantu memasang proyektor.
“Kita duduk belakang aja yuk Al”.
Aku hanya mengangguk dan kami duduk dibelakang. Aku dan Angel tak berbicara sedikitpun hingga Alsan dan Indra duduk disamping kami.
“Kalian kenapa diem aja?”. Tanya Alsan.
“Bingung”. Jawab Angel tanpa memandang Alsan yang duduk disampingku.
“Bingung kenapa?”. Tanya Indra.
“Mau bantu apa”.
Dosen pun datang, Putri, Delia, dan Andi langsung duduk di depan kami. Rico langsung memulai presentasinya. Rico satu penelitian dengan Putri yaitu kultur jaringan. Mereka sama-sama menanam pisang hanya berbeda perlakuan.
Rico memulai presentasi dan ada hal lucu dari sapaannya, yaitu, “Selamat pagi kaum intektual muda”. Kami menahan tertawa, Rico memang punya pribadi beda dari lain. Rico adalah orang yang selalu ingin terlihat rapih dan wibawa, jadi hal yang wajar jika dia ingin menjadi gubernur. Rico menjelaskan dengan baik tanpa gugup, mungkin karena anak organisasi biasa berbicara di depan.
Hal yang paling mendebarkan dalam presentasi adalah pertanyaan. Pertanyaan yang tidak bisa kami jawab akan mempengaruhi nilai.
“Ayok mahasiswa silahkan bertanya”. Ujar dosen pembimbing Rico.
Semua mahasiswa langsung diam sekejap tak ada yang berani memerhatikan dosen. Rico juga di depan berani bermain ponsel. Tiba-tiba Alsan yang sedari tadi sibuk bermain ponsel pun bertanya. Rasa berdebar sedari tadi dipandangi dosen akhirnya punah. Alsan bertanya tentang bagaimana keadaan tanaman dan prosesnya.
Rico menjawab dengan nada lantang tanpa keraguan akan salah. Aku pikir ini pertanyaan yang sudah di atur. Ketika nilai bukan seperti sekolah yang penting datang. Semua hal bisa dilakukan. Ini bukan hal baik karena impasnya Rico diberi pertanyaan lebih sulit oleh dosen. Syukur Rico bisa menjawabnya.
Acara seminar pun ditutup karena sudah tidak ada pertanyaan, dosen memberikan pengarahan dan penutup. Mereka lalu pamit pergi kepada para mahasiswa.
“Akhirnya satu tahap gue lewatin!”. Teriak Rico setelah seminar selesai.
“Aku kapan seminar?”. Gumamku dalam hati.
Delia langsung menghampiri Rico dan memberikan bunga, sedangkan kami hanya menatap mereka diam. Kami memberikan selamat pada Rico. Seperti biasa Rico selalu menunjukkan kesombongannya, apalagi dia terus meledekku.
“Ayok Al, kapan seminar?”.
“Bentar lagi”. Jawabku datar.
“Oh Al, kan mau ngadep. Yo dah ngadep sana”. Ujar Angel.
“Baiklah”. Aku pun mengambil tas dan beranjak keluar ruangan.
“Al!!!”. Teriak Putri saat aku sampai pintu. “Semangat!!!”.
Aku tersenyum dan melanjutkan langkahku.
¤¤¤¤
“Hai Al”. Sapa Angel ketika aku sampai di kantin dan duduk disampingnya.
“Gimana Al?”.
“Bisa kok”. Jawabku senang.
Aku melihat Alsan dan Rico lewat dan kami abaikan.
“Angel, temenin Al cari tanaman alamanda buat di stek ya?”.
“Siap bos”. Jawab Angel sambil mengangkat jempolnya dan kami memesan makanan.
“Kalo mau cari tanaman alamanda biar jadi urusan Alsan aja”. Ujar Rico berdiri di sampingku. “Nanti biar aku yang angkut bareng Alsan”. Ujar Rico duduk disampingku dan Alsan didepanku. Aku menatap Alsan sejenak tetapi Alsan terlihat acuh.
Apa tidak apa-apa aku merepotkan mereka? Mereka kan juga sibuk penelitian..
“Beneran gak apa?”. Tanyaku lirih.
“Yaelah Al kayak baru kenal di angkot aja”.
“Maaf, kalau gitu kapan kita mau cari? Jadi biar Al bisa bantu sekalian”.
“Al gak usah ikut biar jadi urusan kami, Al sama Angel tunggu di kampus aja”.
“Memang sudah tahu cari dimana bahannya?”. Tanya Angel dan Rico hanya tersenyum. Aku pun mengucapkan terima kasih. “Baiklah kalau begitu, makasih ya”.
“Sama-sama Al”. Jawab Rico bersamaan pesanan makanan kami datang.
¤¤¤¤
Pagi ini, aku dan Angel sedang menunggu di rumah kaca kampus untuk menunggu kedatangan Alsan dan Rico membawa tanaman alamanda. Aku dan Angel membuka instagram Kak Ayudia dan Kak Ditto sambil menunggu Alsan dan Rico datang. Mereka adalah dua artis terkenal yang akhirnya menikah setelah 14 tahun berteman.
“Wah mereka berdua keren banget ya, pasti rasanya luar biasa ditaksir selama itu dan akhirnya nikah”. Ujar Angel terpukau.
“Ada gak yaa kira-kira yang diam-diam suka sama aku”. Celetukku sambil bercanda dan Angel berbicara sambil melingkarkan lengannya di pundakku. “Kadang kita gak pernah sadar bahwa orang itu ada di dekat kita”.
Aku hanya tertegun mendengar ucapan Angel dan tiba-tiba suara mobil sudah datang, ternyata itu Alsan dan Rico dengan mobil bak. Suara musik yang mereka keraskan membuat perhatian semua mahasiswa yang berada di sekitar kami menatap mereka. Kaca mobil dalam keadaan terbuka dan ditambah lagi mereka mengenakan kacamata hitam. Gayanya yang berasa paling keren membuat mereka menjadi bahan tertawaan selama di jalan apalagi mereka cukup banyak kenal. Suara mobil itu tepat berhenti didepanku dan Angel, dengan suara musik yang masih keras.
“Pesanannya sudah datang, mau diletakkan dimana?”. Tanya Rico kepadaku yang sudah turun dari mobil dengan gaya bicara sangat sopan dan aku hanya tersenyum melihatnya.
“Letakkan disini saja mau langsung dikerjakan”. Jawabku menunjuk pelataran rumah kaca.
“Baiklah”. Jawab Rico sambil menunduk dan meregangkan tangan kanannya layaknya sedang melayani tuan putri. Mereka langsung menurunkan tanaman.
“Banyak banget batang alamandanya”. Ujar Angel terpukau.
“Biar enak milihinnya”. Jawab Rico.
“Ini mau dipotongin berapa senti?”. Tanya Alsan yang berdiri diantara batang alamanda dengan gunting pangkas kecil ditangannya.
“20cm Al”.
“Al, maaf yaa gue gak bisa bantu harus balik lab”. Ujar Rico dengan wajah melasnya.
“Iya gak apa-apa Co, segini aja udah makasih banget”.
“Oke gue duluan, semangat!!!”. Teriak Rico kemudian meninggalkan kami.
Alsan memotong batang alamanda, sedangkan aku dan Angel sedang menyiapkan media stek yaitu pasir malang dan sekam bakar kemudian dibasahi. Setelah batang selesai dipotong dan menyisakan dua daun, pada ujung batang diolesi zat pengatur tumbuh untuk daerah perakaran agar cepat tumbuh. Batang alamanda yang sudah ditanam kemudian disungkup menggunakan plastik untuk menjaga kelembapannya.
Kami terus mengobrol tentang tanamanku. Alsan terus bertanya paklobutrazol sebagai zat penghambat tumbuh agar tanamanku bisa pendek tapi berbunga. Angel pun memberitahu untuk belajar tentang morfologi tanaman. Berikut gambar hasil penelitian yang aku inginkan. Jika kau pernah melihat tanaman alamanda, pasti tak pernah terpikirkan menjadi bunga pot, mengingat selama ini hanya tanaman merambat.

“Akhirnya selesai”. Teriak Angel saat kami selesai menyusun pot tanaman di rumah kaca.
“Yo dah ayok pulang kita makan dirumah”. Sanggahku.
“Asiiik”.
Kami bergegas mencuci peralatan dan meletakkan pada tempatnya. Kami pulang mengendarai mobil bak yang dibawa Alsan tadi. Aku duduk di samping Alsan. Kami menikmati perjalanan diiringi senandung lagu Sheila on 7. Kami sesekali bernyanyi bersama hingga sampai rumah.
“Assalamualaikum”. Teriakku sembari membuka pintu gerbang.
“Walaikumsalam”. Jawab Pak Toto yang sedang melakukan stek tanaman anggrek.
“Nenek mana Pak?”.
“Ndoro lagi ngeles Mbak”.
Aku hanya mengangguk kemudian langsung mengajak Angel dan Alsan ke belakang untuk makan terlebih dahulu.
“Pak Toto..”. Sapa Angel pada Pak Toto yang dibalas dengan senyum sumringah.
“Wah ini daun apa Al?”. Tanya Angel saat sedang membuka tutup nasi lalu duduk.
“Itu daun lung”.
“Daun lung apa?”.
“Gimana sih anak pertanian gak tau”. Ledek Alsan dan Angel hanya memincingkan matanya.
“Daun lung adalah daun ubi jalar”. Jawabku sembari duduk dan membagikan piring.
“Itu bagus buat loe yang suka nari karena bagus untuk sendi”. Lanjut Alsan.
Angel hanya mengangguk dan kami makan. Selama makan tak ada perbincangan, Alsan tampak lahap dengan tempe goreng dengan sambal terasi dan sayur tumis daun lung. Bagiku apapun makanannya tetap nikmat jika ada kerupuk, kalau Angel apapun makanannya harus ada sambal.
Sekarang, semua teman sudah sibuk penelitian sendiri-sendiri termasuk Putri. Biasanya kami bertiga dengan Putri tapi sekarang Alsan. Aku juga memahami bahwa tanaman butuh lebih perhatian. Tanaman tidak bisa bicara jika sedang lapar, haus, bahkan sakit, karena itu kami menjaga tanaman setiap hari untuk memastikan kondisinya selalu baik.
“Oh ya besok gue tampil nari di gedung serba guna”. Ujar Angel di sela makan.
“Dalam rangka apa?”. Tanyaku.
“Anak UKM Seni disuruh mengiringi pementasan seni anak sastra, sedangkan gue jadi pemandu tarian jawa. Gue seneng banget, karena ini tampil perdana nari jawa. Pokoknya kalian semua harus nonton”.
Aku hanya mengancungkan jempol.
Setelah makan, Alsan keluar mengobrol dengan Pak Toto. Sedangkan aku dan Angel mencuci piring.
“Al?”. panggil lirih Angel sembari meletakkan piring yang dilap dilemari setelah aku bilas.
“Apa Ngel?”.
“Kayaknya Alsan lagi suka sama cewek”.
Pernyataan Angel seketika membuatku menghentikan aktivitas mencuci piringku, tapi aku tetap berusaha tenang, seolah itu memang berita baik untuk teman baik sendiri.
“Bagus dong berarti normal”. Jawabku tenang.
“Hmmm…siapa ya kira-kira orangnya???”.
Angel terus berbicara tanpa mendapatkan tanggapan dariku, ia berkata akhir-akhir ini sering menyanyikan lagu jatuh cinta. Pikiranku melayang seolah baru dijatuhi bom atom. Setelah selesai kami mencuci piring, kami menyusul Alsan di kebun samping rumah.
“Udah selesai?”. Tanya Alsan dan Angel mengangguk.
“Makasih ya teman-teman udah mau bantuin, maaf merepotkan”.
“Al ini apasih, kayak baru kenal kemarin”. Jawab Angel sembari memincingkan mata dan aku hanya tersenyum.
“Kalau mau minta maaf dirangkap lebaran aja”. Ledek Alsan dan aku hanya tersenyum.
Alsan pamit pulang dengan Pak Toto yang disusul Angel. Angel memelukku.
“Nanti kabari kalau udah sampek”. Ujarku dan Angel hanya mengangguk. Angel melepaskan pelukannya dan berjalan ke depan.
“Nanti aku kesini lagi setelah mengantarkan Angel dan mobil. Aku mau ambil tanaman kaktus”.
Aku hanya mengangguk dengan ucapan Alsan. Entah kenapa rasanya tiba-tiba malas menanggapi Alsan. Aku duduk dibangku panjang menikmati udara sore ini.
Senja adalah pemandangan menawan..
Kupu-kupu berterbangan..
Menggodaku untuk jalan-jalan..
Menikmati basahnya daun rerumputan..
Kebun setelah penyiraman,,
Menciptakan aroma kesegaran..
Aku memiliki perasaan..
Ingin ku sampaikan seperti senja menyilaukan..
Para ulat bermain sumputan..
Seakan mengerti akan kegalauan..
Aku perempuan..
Tak mungkin memulai permainan..
“Pak Toto jangan ditutup nanti Alsan kesini lagi”. Teriakku saat aku mendengar bunyi pintu gerbang ditutup.
“Baik Mbak. Pak Toto tinggal mandi dulu”.
“Siap Pak Toto”.
Aku beranjak dari kebun dan duduk diayunan pohon depan rumah menghadap teras. Aku menghentakkan tumit kakiku di tanah sembari menunggu Alsan. Aku ingat-ingat kembali bahwa pertemanan kami memang sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Waktu berjalan dengan cepat dengan bertambahnya usia kami. Aku harap waktu yang berlangsung sekarang tak aku temukan waktu yang salah lagi.
“Siapa ini?”. Tanyaku saat ada yang menutup kedua mataku dengan kedua tangannya yang besar di belakangku.
“Al?”. Tanyaku lirih.
“Namamu memang Al”. Jawab suara parau atau lebih tepatnya suara anak laki-laki sembari melepaskan tangannya. Sontak aku langsung berdiri dan membalikkan tubuh karena aku duduk menghadap teras. Aku hanya memandanginya.
Tiba-tiba saja rintikan hujan turun. Dia langsung menarik tanganku dan membawaku di teras rumah. Dia melepaskan genggamannya dan mengibas-ibas lengan bajunya yang sedikit basah, sedangkan aku masih diam terpaku memandanginya. Ponselku kemudian bergetar menandakan ada pesan. Aku langsung mengambilnya dari kantung celana.
Alsan : Maaf tidak jadi kerumah tiba-tiba hujan, besok saja.
“Semarang masih hobi hujan ya?”. Tanyanya sembari tersenyum padaku. Hobinya pun belum berubah masih suka tersenyum di akhir pembicaraannya. Laki laki yang berdiri disampingku ini adalah mantanku yang sudah lama menghilang. Dia datang saat hatiku sudah pergi tentangnya.