Catatan Akhir Kuliah – Part 2

Pagi ini suasana kampus selalu sama saat awal ajaran baru yaitu ospek, pagi-pagi sudah dipenuhi mahasiswa baru dengan pernak pernik warna hijau seperti pita dan nametag. Aku yakin mereka pasti belum sarapan bahkan mandi. Suasana gaduh suara kakak tingkat berteriak-teriak membangunkan pohon-pohon yang beristirahat sejenak dari aktivitas fotosintesis sepanjang hari, terlihat pepohonan tidak menunjukkan suara daunnya.

“Kakak ini gak gila hormat ya dek, tolong hargai, katanya saudara? Kalian tega sama temen kalian berdiri sendirian di depan?????!!!! Tega????!!!”. Teriak salah satu kakak tingkat laki-laki sembari marah-marah. Aku tidak tau apa yang dilakukan adik tingkat itu, entah telat atau apa tapi satu yang pasti, itu kakak tingkat kurang kerjaan bangun pagi cuma buat marah-marah padahal kuliah sering telat.

“Apa? Saudara? Di lapangan aja saudaranya, kalau sampai akhir dianggap saudara bagaimana punya pasangan”. Ujarku dalam benak.
Ketika ospek dan ada teman yang dihukum lalu kakak tingkat berkata seperti itu, itu artinya kita disuruh olahraga. Push up dan sit up contohnya. Baik sekali kakak tingkat ini, mereka sudah bangun lebih pagi dan menyuruh kita olahraga. Kuliah tidak ada ospek juga tidak seru, kamu tidak akan melihat kakak-kakak tingkat tampan sebagai penyemangatmu, walau mereka akan balik menyapamu hanya karena adik tingkat. Jika lebih, itu hanya kakak tingkat yang merasa jomblo atau tidak laku diangkatannya *eh.

Aku berjalan menuju kelas sembari memandangi lapangan dan tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang.
“Al!!!”. Aku menoleh kebelakang dan ternyata itu Angel yang kemudian melingkarkan lengannya di pundakku sembari berjalan.

Al adalah nama panggilanku dengan nama lengkap Alamanda Katartika. Aku kuliah di Universitas Dewantara Jurusan Pertanian, sekarang aku sudah semester lima.

“Hai Angel”.
“Wah selamat datang semester lima!!!”. Aku hanya tertawa melihat tingkah Angel yang melepaskan lengannya di pundakku dan mengayun-ayunkan tangannya sambil berlari menuju ke kelas duluan.

Semester lima ya? sama saja bagiku. Sama saja bagi kakak tingkat kurang terkenal sepertiku atau mahasiswa kupu-kupu. Kuliah pulang kuliah pulang kuliah tidur *eh maksudnya istirahat, kuliah pulang tanpa ada istirahat juga lelah.

Angel orangnya pemberani dan ramah, beda denganku cenderung pendiam. Angel berasal dari Bali, bukan hanya sekedar kuliah di Semarang tetapi juga ingin lebih mengenal Budaya Jawa, dia tinggal kos dekat daerah kampus. Walau saudaranya disini, katanya tinggal kos lebih enak. Angel bilang tinggal sama saudara itu bukan hanya sekedar aman tapi harus rela bangun pagi-pagi bantu beres-beres karena merasa numpang.

Dulu pertama kali jadi mahasiswa baru, aku pikir kehidupanku akan sama seperti di sinetron. Aku dapat kuliah santai, bercanda dengan teman, makan di kantin dan pulang bersama-sama. Aku berharap aku akan menemukan pacar dengan tak sengaja bertabrakan dengannya, tapi ternyata itu semua hanya sinetron. Awal masuk kuliah saja, tugas udah numpuk kayak cucian baju dirumah yang dicuci seminggu sekali. Waktu habis begadang buat tugas hingga lupa makan dan terkadang tidur di kelas. Gimana mau punya pacar kalau awal kuliah saja tampilan udah tak ke urus, apalagi perempuan-perempuan dari jurusan sebelah lebih terurus.
Setelah sampai di kelas, aku langsung mencari tempat duduk di nomor dua samping Putri yang seperti biasa sedang mengandalkan wifi kampus dengan ponselnya. Duduk nomor dua adalah cara ampuh bagiku untuk mengusir rasa kantuk karena bagian depan pasti sudah diisi anak-anak pintar. Aku mengakui, aku tidak terlalu pintar tapi setidaknya aku harus menghargai dosen yang sedang berbicara hingga nantinya aku juga dihargai.

Suasana gaduh masih terasa di telingaku, apalagi ini awal kuliah setelah libur panjang, seperti biasanya aku hanya tertarik pada novel. Aku membaca sambil menunggu dosen datang, sedangkan Angel masih asik dengan teman-teman, mereka ingin mendengarkan cerita Angel tentang Bali setiap pulang kampung, Pulau Dewata yang bagai surga dan penuh seni itu.

“Halo Al”. Sapa Genta baru datang.
“Halo juga”. Jawabku biasa aja.
“Al kok makin jelek?”. Ledek Genta dan aku hanya memincingkan mataku.
“Ya enggaklah canda”. Ujar Genta dengan nadanya yang genit.

Aku bukan tidak suka bercanda, hanya saja aku merasa malas bicara bahkan basa-basi, pribadiku ini memang buruk, asal jangan buruk pula rupaku.

Pak Agus datang setengah perjalananku dari membaca novel, langsung aku tutup buku dan Angel seketika duduk disamping Putri. Beliau dosen killer, pengertian killer menurutku disini adalah bahwa dosen tersebut menciptakan suasana hening luar biasa dan hanya dia yang berbicara, jika ada yang salah sebentar-sebentar marah-marah sendiri, seperti tiba-tiba ada suara ribut di luar. Maafkan aku pak menyebutmu killer. Awal kuliah hanya kontrak kuliah yang akan dibicarakan, ketika Pak Agus sedang menjelaskan, tiba-tiba ada dua mahasiswa baru yang terlambat datang dengan nafas terengah-engah karena habis lari, aku yakin mereka akan dimarahi.

“Lepas topi kamu”. Teriak Pak Agus kepada salah satu dari mereka.
Dia hanya mengangguk kemudian kembali berjalan. Pak Agus memberikan wejangan tidak boleh mengenakan topi didalam ruangan dan luar biasa tidak dimarahi, padahal waktu itu aku, Angel dan Putri sampai harus tahan berdiri satu jam demi wejangan. Apakah keajaiban dunia pindah ke kelasku? tapi entahlah, yang jelas kami lolos dari wejangannya lebih panjang. Tapi ternyata, keajaiban dunia belum pindah.

Dari dua mahasiswa yang terlambat, aku hanya kenal Rico selain yang mengenakan topi, itu saja karena dia terkenal di organisasi kampus dan sering adu mulut dengan Angel jika tak sengaja bertemu, sedangkan yang satunya baru pertama kali lihat. Aku jarang bergaul jadi maklum kurang mengenal kelas sebelah walau satu angkatan. Semester lima adalah semester dimana kami sudah memiliki mata kuliah pilihan. Aku, Angel dan Putri memutuskan mengambil mata kuliah wajib dan pilihan yang sama agar kami bisa bersama. Kebersamaan kami ini sering disebut tiga pentol korek oleh anak kelas. Sekarang kuliah pilihan, mungkin dua laki-laki ini dari kelas ganjil karena dalam satu angkatan dibagi kelas berdasarkan kelas ganjil dan genap.

Jam kuliah sudah selesai sejam kemudian. Anak-anak dengan girangnya keluar, tapi ada salah satu dari mereka yang melihatku aneh sembari keluar. Itu adalah laki-laki yang telat bersama Rico, dia keluar dengan menatapku kemudian tersenyum, sontak aku juga kembali tersenyum dan ia bersuara, “Hay Angel”.

Garis senyumku berhenti, ternyata dia tersenyum dan menyapa Angel. Aku hanya diam pura-pura gila kemudian pura-pura menyisir rambut yang tidak kusut. Angel hanya melambaikan tangan pada mereka.

Selaw aja, gak deket gini.

“Loe sakit kepala Al?”.
“Enggak Ngel”.
“Kok ditarik-tarik rambutnya?”.
“Banyak nyamuk”. Jawabku sembari membereskan alat tulis.
“Apa hubungannya?”.
“Ya udah kantin yuk”.
“Kayaknya loe beneran sakit deh”.
“Udah ayuk kantin”. Aku kemudian menarik lengan Angel dan Putri yang sedang sibuk bermain game untuk menuju kantin.
“Oke..oke..sabar”. Ujar Angel sembari berdiri.

Saat kami sudah berjalan di pintu kantin, Putri ditelepon ibunya dan meminta kami untuk duluan. Aku dan Angel berjalan duluan, sedangkan Putri duduk di kursi panjang yang sengaja disediakan di dekat kantin. Setelah mendapatkan tempat duduk, Angel langsung memesan makanan di kasir, seperti biasa pesanan kami selalu mie ayam dan es teh di kantin kejujuran. Sambil menunggu pesanan, entah mengapa setiap di kantin, aku selalu memperhatikan plang yang terpampang nyata di atas kantin mie ayam yang namanya kantin kejujuran. Konon diberi nama kejujuran karena mahasiswa sering pergi dan tidak bayar.

Pesanan tidak lama datang dan kami tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih. Saat kami sedang makan, Rico datang bersama temannya menghampiri kami.

Haduh itu kan cowok yang tadi, ngapain sih dia kesini.

“Hai Ngel”. Sapa Rico dan mereka duduk di depan kami.
“Disaster is coming”. Sebutan Angel untuk pengganggu. Rico kemudian menjitak kepala Angel, ketika Angel akan membalas memukul Rico menggunakan sendok, sudah ditangkis temannya duluan menggunakan sendok.
“Kalian ngapain sih kesini?!”. Ujar Angel kesal.
“Pingin duduk deket kalian.”
“Tumben, biasanya kantin bawah”. Ujar Angel sembari menuangkan kecap dan Rico mengambil mie ayam Angel menggunakan garpu.
“Ih.. Rico! Beli sih!”.
“Enak yang gratisan”. Jawab Rico dengan mulut mengunyah.
“Percuma bawa mobil tapi maunya gratisan”.
Rico hanya tertawa. Aku hanya kembali menunduk, aku tidak bisa menahan rasa malu pada anak laki-laki yang ada di depanku sekarang soal senyuman tadi.
“Al jangan lupa kita minggu ini penerimaan anggota baru”.
“Hah?”.
Aku terkejut mendengarkan perkataan Angel, karena sejak kapan aku ikut UKM. Jangankan UKM, organisasi saja tidak.
“Iya Ngel”. Jawab laki-laki yang ada didepanku sekarang kemudian aku menatapnya.
Rico tertawa dengan girangnya, tapi aku masih bingung disini.
“Nama gue Rico”. Ujar Rico padaku sembari mengulurkan tangannya.
“Al”. Jawabku menjabat tangannya.
“Al”. Ujar laki-laki di depanku, sembari mengulurkan tangannya.
Aku kemudian menjabat tangannya. “Iya namaku Al, nama kamu siapa?”.
“Al”.
“Iya nama aku Al, terus nama kamu siapa?”. Nadaku menahan emosi.
“Al”.

Buat emosi ya ini anak.

Angel tertawa dan memegang pundakku.
“Namanya Alsan Al, tapi panggilannya memang Al”.
Alsan tersenyum, tapi aku rasa itu senyuman meledek.
“Oh”. Balasku ketus.

Aku kemudian kembali menikmati makanan. Pesanan Alsan dan Rico datang bersamaan dengan pesanan air minumku dan Angel.
“Makasih Mbak”. Ujar kami bersama.
“Angel kok aku air mineral?”. Tanyaku padaku Angel, karena biasanya es teh juga.
Angel kembali memegang pundakku, “Gue khawatir sama loe Al, soalnya dari tadi loe gak fokus. Di kelas aja, loe senyum sendiri terus megang kepala”. Ujar Angel dengan wajah sendu.
“Udah sana lanjutin makan”. Ujarku sembari melanjutkan makan.
“Ya udah deh, yang penting ada apa-apa bilang”.
Angel orangnya sangat perhatian, teman sakit sedikit dia repot, kalau dia yang sakit gak mau ngerepotin. Ya gitu pokoknya. Aku kembali melanjutkan makan. Alsan melepaskan topinya saat tak sengaja aku melihatnya.

Ganteng juga dilepas topinya.

Tiba-tiba ada seorang gadis menghampiri kami, ternyata itu Delia atau pacarnya Rico. Delia salah satu gadis cantik di jurusan kami hingga masuk daftar gadis cantik universitas versi instagram.
“Co, Ayuk”.
“Ayuk”. Ujar Rico sembari berdiri dan pergi bersama Delia.
Tidak ada sapaan dari Delia karena aku dan Angel juga kurang dekat, walau dulunya aku satu sekolah dengan Delia. Aku hanya merasa kasihan terhadap mie Rico yang masih setengah, rasanya ada yang salah, kenapa Delia tidak menunggu Rico dulu untuk menyelesaikan makanannya, lagipula si Delia belum terlihat buru-buru, tapi entahlah itu masalah hubungan mereka dan aku tetap melanjutkan makan. Tapi, aku tetap merasa kasihan terhadap mie itu karena bisa saja berkah dalam makanan itu pada suapan terakhirnya dan tiba-tiba Alsan mengambil mangkuk mie Rico dan menghabiskannya. Luar biasa.

Alsan selesai makan dengan dua mangkuk mie dan Angel menatap Alsan dengan menggigit sendok. “Al lapar?”.
Alsan hanya tersenyum dan pamit untuk ke sekret duluan.
“Gue mau ke sekret duluan, bayarin yak”.
Alsan menyerahkan uang diatas meja untuk dibayarkan makanannya bersama Rico sambil berdiri dan pergi begitu saja. Aku memperhatikan punggungnya yang tegap dan tinggi. Benar-benar bagus.

“Namanya Alsan, anak kelas ganjil. Dia satu UKM sama gue, makanya gue kenal Rico juga gara-gara Alsan”.
“Emang aku tanya dia siapa?”.
“Yaelah Al, gue ini cuma ngasih tau aja. Sebentar lagi kita lulus, kalau loe gak hobi berorganisasi setidaknya loe bisa sosialisasi. Kita gak tau kapan saatnya kita butuh orang lebih dekat daripada yang terdekat”.
“Aku gak pernah liat dia”.
“Masak sih Al?”.
“Iya”.
“Parah loe! Sekedar lewat, enggak?”.
Aku hanya menggelengkan kepala.
“Dia emang hobi pake topi Al jadi jarang nunjukkin muka, apalagi tongkrongannya cuma kantin bawah sama sekret”.
Aku hanya mengangguk dan kami kembali melanjutkan makan. Setelah selesai makan, kami langsung membayar sembari Angel bertanya padaku.
“Gue mau ke sekret, mau ikut?”.
“Gak deh, aku mau pulang aja”.
“Kenapa sih Al gak pernah mau ikut ke sekret?
“Gak enak Ngel, aku kan orang asing”.
“Sekarang kan udah kenal Alsan”.
Apa hubungannya? Aku gak berharap bisa akrab sama cowok ngeselin kayak dia.
“Yo dah, gue duluan ya..”.
“Iya hati-hati kalau ada semut minggir”.
Angel tertawa dan pergi dengan ransel tergantung di lengan kirinya dan menyapa Putri dengan melambaikan tangan karena Putri masih teleponan

“Al!”. Sapa Putri baru datang saat aku sedang membayar.
“Udah selesai teleponnya?”.
“Udah. Loe mau kemana?”.
“Aku mau pulang aja. Kamu mau makan dulu?”.
“Gue mau nonton drama korea aja, beli makan deket kosan aja”. Jawab Putri sembari tersenyum menunjukkan giginya.
“Gak makan?”.
“Gak deh, di kosan aja”.
“Yo dah yok pulang”. Lanjut Putri.
“Yok”.

Aku dan Putri kemudian berjalan ke parkiran motor. Aku tidak bisa mengendarai kendaraan karena itu aku naik angkot atau menebeng. Pernah sekali aku belajar mengendarai motor bersama Pak Toto, tukang kebun dirumah, malah jatuh ke selokan dan mengalami luka ringan. Semenjak itu nenek tidak mengizinkanku untuk belajar dan lebih baik naik angkot saja.

Aku juga tidak mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) bahkan organisasi. Nenekku sangat ketat, aku bagaikan putri keraton yang hanya tinggal di rumah. Terkadang aku merasa iri, ingin melakukan sesuatu hal yang bisa dibanggakan tapi otakku selalu memberi stimulan, bahwa menjadi biasa aja itu menyenangkan. Kehidupan biasa aja ini sudah aku jalani dari sekolah, jadinya tidak ada hal spesial yang bisa aku ceritakan selama ini. Tapi aku bersyukur, setidaknya aku punya teman-teman yang baik.

Kami sampai di rumah dan Putri langsung pamit pulang. Aku membuka gerbang yang tingginya hanya setengah badanku. Aku langsung berjalan dan berebah di tempat tidur. Setiap hari selalu ada yang dikomentari oleh nenek, terdengar suaranya dari arah dapur.
“Al! Alamanda!!! Kalo masuk rumah itu ucapin salam dulu kemudian salim dan baru masuk rumah”.
Aku langsung duduk dan meniup ke arah anak rambut yang menempel di wajahku kemudian keluar rumah dan mengikuti perintah nenek.
Langkahkan kaki masuk rumah dengan salam dan ke dapur salim pada nenek yang malah memukulku dengan sutil saat sedang memasak.
“Nenek sakit”.
“Salahnya susah dibilangin”. Ujarnya sambil menghela nafas.
AKu peluk nenek dari belakang dan menggodanya. Nenek langsung kesal dan ingin melepas pelukanku tapi aku malah memeluknya semakin erat. Nenek yang aku sayangi membesarkanku sendirian.

¤¤¤¤

Satu minggu telah berlalu, sudah tidak terlihat mahasiswa mengenakan pernak-pernik aneh akibat kelakuan kakak tingkat karena ospek.
Hari ini sudah mulai praktikum, sudah siap kotor dan panas. Kali ini asisten dosennya sama lagi, yaitu Kak Geraldo. Kak Geraldo salah satu kakak tingkat yang terkenal di kampus karena pintar berbahasa inggris juga memiliki wajah tampan, padahal yang buat terkenal karena parasnya.
Seperti itu seseorang bisa mudah terkenal karena parasnya, mahasiswa biasa saja sepertiku hanya akan terkenal ketika berprestasi atau berbuat ulah. Aku tidak memilih keduanya.

Praktikum dimulai dan pembagian kelompok, tidak pernah tersirat akan satu kelompok dengan Alsan. Alsan dan Andi menghampiriku dan Putri. Sedangkan Angel pergi ke sisi lain karena satu kelompok dengan Genta.
Praktikum kali ini tentang hidroponik dari paralon yang sudah disiapkan Kak Geraldo, sisa praktikum semester kemarin. Hidroponik adalah budidaya menanam sayuran dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan media tanah. Aku dan Putri menyiapkan gelas plastik bekas yang diisi arang sekam, kemudian disiram hingga basah, Alsan dan Andi melubangi paralon yang sudah disusun bertingkat. Setelah selesai, aku masukkan gelas di setiap lubang, kemudian diberi dua benih setiap gelas dan kelompokku mendapatkan bagian benih sawi. Selesai menanam, aku berteduh di bawah pohon kelapa yang sepoi-sepoi. Aku ini anak pertanian, tapi tidak betah panasan berlama-lama. Aku bukan bule buat cari vitamin, tapi mungkin tubuh ini mungkin kebanyakan vitamin karena sering panasan.

“Loh benihnya mana?”. Gumam Andi kehilangan benih saat memasukkan dalam gelas.
“Udah tenggelam tuh benih, masukkin aja lagi”. Sanggah Putri.
“Apa? Tenggelam? Sama kayak loe tenggelamin perasaan gue dong Put”.
Semua orang tertawa dengan girangnya, karena Andi memang terkenal suka dengan Putri.
“Just So So!”. Balas Putri kemudian pergi menyusulku yang sedang duduk. Semua orang selalu tertawa melihat mereka ribut, ribut yang menggemaskan dari dua orang yang sama-sama saling suka.

Selesai praktikum, kami pasti memakan gorengan dagangan Indra. Indra memang tahu taktik pasar mahasiswa apalagi saat praktikum di lahan. Indra kuliah sambil berjualan gorengan dan yang paling laris adalah tahu bakso. Indra mengemas tahu bakso dalam bentuk kecil agar terjangkau oleh kantong mahasiswa tanpa meninggalkan khas rasanya sendiri yang gurih dan enak.
“Gorengan Indra, Ayok dimakan!”. Teriak Genta sembari mengambil gorengan dan cabai.
Andi kemudian mengambil beberapa gorengan dan diberikan kepada Putri.
“Masih kenyang”. Jawab Putri tanpa menatap Andi.
“Yo dah buat Al aja”.
“Nih Al”.
“Makasih Ndi”.
“Sama-sama Al”. Jawab Andi sambil menatap Putri yang masih cuek. Saat aku sedang menikmati gorengan, aku melihat baju Alsan basah penuh keringat, terlihat jelas garis dadanya karena mengenakan kaos berkerah warna putih, dan bibirnya yang tipis sangat kering.

Pakaian selama di kampus itu rata-rata memang harus mengenakan kemeja atau kaos berkerah, jika kamu masih liat ada yang mengenakan kaos oblong mungkin dia sedang kehabisan baju karena pakaian tidak kering-kering akibat hujan, apalagi Semarang sering hujan tapi orang-orangnya gak buat hati kamu hujan kok.

Setelah selesai beristirahat sejenak, Kak Geraldo berdiri.
“Inget ya jangan lupa disiram dan dikasih nutrisi setiap minggu, kakak akhiri praktikum hari ini dan kalian boleh bubar”.
“Makasih Kak”. Jawab sontak kami.
Anak-anak sangat bersemangat dan menuju kantin seperti bebas dari kerja rodi. Aku dan Putri langsung berdiri setelah bersantai di bawah pohon kelapa di sekitar pinggir petakan lahan.

“Put! Al!”.
Aku langsung menengok ke belakang bersama Putri, ternyata Andi memanggil kami. Andi menghampiri kami bersama Alsan.
“Eh siramnya gantian ya”.
“Eh…eh punya nama tauk”.
“Iya Put, kita nyiramnya dibagi dua”.
“Yo dah”.
Aku dan Putri kembali berjalan.
“Tunggu dulu!”.
“Kita bagi duanya, gue sama loe, terus Al sama Al”.
“Al sama Al, gimana?”. Tanya Putri sinis.
“Maksudnya Al sama Alsan, salah muluk sama loe”.
“Emang kalau gue sama Al, terus loe sama Alsan kenapa?”.
“Yang mau ngangkut air dari atas ke bawah, siapa? Loe? Kuat?”.
Perkataan Andi baru membuat Putri terdiam. Keadaan lahan kami kebetulan memang miring dan belum ada selang.
“Ya udah kalau gitu”. Jawab lirih Putri.
Kami kemudian berjalan menuju kantin. Tiba-tiba Alsan membuang sampah botol minuman pada tempatnya, saat kami berjalan bersama-sama menuju kantin. Tingkahnya membuang sampah pada tempatnya cukup menarik perhatianku, ternyata gak cuma ganteng aja.

¤¤¤¤

Jam kuliah telah berakhir. Sebenarnya sudah berakhir dari tadi, tapi aku dan Angel keasikan ngobrol dengan Andi dan Genta, gara-gara si Genta curhat tentang hari ulang tahun pacarnya. Putri sudah pulang duluan karena sedang serunya drama korea yang ditonton. Genta lagi bingung mau ngasih hadiah apa, karena baru jadian sama adik tingkat, sedangkan saran dari Andi gak pernah masuk logika.
“Nah!!! Kasih alat tulis aja”. Saran Andi.
“Apaan sih lur, emang cewek gue anak SD dikasih begituan”.
“Itu kan lebih bermanfaat”.
“Iya emang lebih bermanfaat tapi gak gitu juga, mendingan loe kasih alat tulis buat Putri, dia kan sering kehilangan pena”.
“Putri mandiri”. Jawab datar Andi.
“Udah udah.. dari tadi si Andi ngasih saran mana ada yang bener, ujung-ujungnya malah ngasih alat tulis. Mendingan loe rayain di pantai bawain kue sama kado, gitu aja”. Saran Angel.
“Iya juga. Menurut loe gimana Al?”. Tanya Genta.
“Kalau aku sih mendingan ngerayain di rumah terus kamu masakin gitu, tapi ada kuenya juga”.
“Ya udah kalau gitu rayain di pantai bawa masakan hasil gue sendiri”.
“Emang loe bisa masak?”. Tanya Andi.
“Bisa! Masak air hahaha”. Ujar Genta sembari tertawa diikuti Andi.
“Nanti gue minta tolong nyokap buat ngajarin”. Lanjut Genta.
“Ya udah yok pulang”. Ajakku karena langit makin senja.
“Makasih ya teman-teman, maaf buat Al sama Angel sampek sore”. Ujar Genta sembari kami berjalan.
“Iya gak apa Gen, seneng kok dimintai pendapat. Moga acaranya sukses”. Balasku.
Kami berjalan menuju parkiran.
“Wah pasti tinggal motor kita doang yang diparkiran”. Ujar Genta.
“Itu kan Al sama Rico”. Tunjuk Andi.
Ada Alsan dan Rico sedang duduk diatas motor klasik. Alsan sedang memerhatikan Rico memainkan ponsel. Pasti mereka sedang bermain game.

“Loh kalian belum pulang?”. Tanya Andi.
“Haduh ada disaster lagi”. Gumam Angel.
“Masih seru main game, mumpung ada wifi”. Jawab Rico yang masih fokus pada handphonenya.
“Dasar gratisan”. Ujar Angel.
“Ya kenapa sih Ngel!”. Jawab sinis Rico.
Angel langsung memukul Rico dengan buku ditangannya.
“Auuu!!! Ah kalah kan gue”. Rico dan Angel langsung bertatapan sengit layaknya perut bumi akan pecah menjadi cairan larva.
“Oh ya, kalian juga belum pulang?”. Pertanyaan Alsan memecahkan tatapan sengit Angel dan Rico.
“Gini Al, tadi gue habis curhat sama Al dan Angel soal acara ulang tahun cewek gue gimana enaknya”. Jawab Genta.
“Terus mereka jawab apa?”. Tanya Rico.
“Kalau Angel sukanya di pantai, sedangkan Al sukanya dimasakin”.
“Yaelah, ngapa loe minta pendapat sama para jomblo, mana ngerti mereka soal begituan”.
Perkataan Rico membuat Angel kembali memukulnya.
“Auuu!!! Sakit Ngel”.
“Itu temen gue, seenaknya kalau ngomong”.
“Maaf ya Al”.
“Selaw Co”. Ujarku.
“Tuh Ngel, Al biasa aja, loe nya aja yang sensi”.
“Bodok! Gue doain loe putus”.
“Parah doanya”.
“Biar gue orang pertama yang ketawa kalau loe jomblo”.
“HAHAHA”. Ledek Rico.
“Udah kalau mau simple, mendingan loe buat masakan di rumah sama kue”.
Angel kembali memukul Rico tapi Rico sudah menangkis duluan menggunakan helm sembari menjulurkan lidah. Angel hanya menghela nafas.
“Ya maksudnya tadi juga gitu”. Jawab Angel sinis.
“Tapi kan tadi loe bilangnya di pantai”.
Sebelum Angel menjawab sudah dipotong oleh Alsan, “Udah.. udah.. sekarang kita pulang karena udah mau maghrib”.
“Ya udah intinya sama kayak yang dibilang Rico. Yo dah Ngel, loe bareng gue, biar Al bareng Andi”. Ujar Genta.
“Al biar sama Al aja, maksudnya biar gue gak bolak balik. Sedangkan, mereka berdua kan searah. Gimana?.
“Emang loe mau kemana Ndi? Kok bolak balik?”. Tanya Genta.
“Gue mau tempet Putri”.
“Mau ngapain?”. Tanya Angel.
“Mau minta makan”.
“Gak modal banget sih jadi cowok”.
“Biarin aja, biar Putri belajar jadi calon istri yang bener”.
Angel hanya melengkungkan bibirnya ke bawah.
“Yo dah biar Al bareng gue”. Sanggah Alsan.
“Maaf ya Al?”. Ujar Andi dengan wajah sendu.
“Gak apa-apa Ndi, yang penting aku pulang”.

Angel pulang dengan Genta, aku dengan Alsan, dan Rico sendirian dengan mobilnya. Kami berjalan iringan. Bercanda di jalanan rasanya seperti jalan nenek moyang sendiri. Ya mungkin memang punya nenek moyang sendiri dilihat dari sejarah pembuatannya hahaha
Rico lalu melaju duluan berada di belakang kami, kemudian menghilang begitu cepat. Genta berbelok masuk gang kosan Angel. Aku dan Alsan masih melaju lurus sudah tidak beriringan.
“Al nanti berhenti di counter ya?”.
“Iya Al”.
Kami berhenti di salah satu toko yang menjajakan pulsa. Alsan ikut turun dari motor. Setelah membeli pulsa, kami kemudian melanjutkan perjalanan pulang. Kami sampai rumah tepat adzan maghrib berkumandang.
“Al sholat dulu baru pulang”.
“Baiklah”.
Aku kemudian membukakan pintu pagar, Alsan memasukkan motornya dan suara pintu depan terdengar dibuka, ternyata nenek keluar.
“Kok sampek maghrib? Ada kumpulan lagi?”. Tanya nenek sembari menggenggam tangannya menahan rasa khawatir.
“Iya nek”. Jawab Alsan kemudian salim disusul aku.
Sebenarnya Alsan bohong tapi mungkin Alsan takut aku akan dimarahi.
“Loh ini kan Nak Al”. Ujar nenek.
“Iya nek”.
“Yo dah Nak Al sholat dulu baru pulang”.
“Iya nek”.
Kok nenek kenal Alsan? Dunia ini yang sempit atau pergaulanku yang sempit? Semua orang mengenal Alsan, sedangkan aku tidak.
Kami kemudian masuk rumah dan sholat. Setelah Alsan sholat, dia langsung duduk di ruang tamu. Aku keluar setelah membuat kopi untuk Alsan dan duduk dihadapannya.
“Ini kopi, suka gak?”.
“Suka kok”.
Alsan meminum dengan pelan.
“Kopinya gak ada rasa”.
“Namanya juga kopi pahit”.
“Suka kopi pahit?”. Lanjut Alsan.
“Enggak juga. Gulanya habis soalnya”.
Alsan tersenyum tipis dan aku tidak tau bagian mana yang lucu. Nenek kemudian keluar dan duduk disampingku, “Kan ada susu di lemari es kalau gula habis, kamu ini malu-maluin aja”.
“Gak apa nek, aku suka kopi pahit. Al buatnya enak”. Ujar Alsan.
“Syukur deh, Oh ya Nak Al, padahal udah sering kesini baru tau kalau temenan sama cucu nenek”.
“Sering kesini? Kapan?”. Tanyaku.
“Makanya kamu ini kalau hari minggu jangan sibuk baca novel, bantuin nenek di kebun, katanya anak pertanian”.
Aku hanya melengkungkan bibirku ke bawah, wejangan nenek mulai berkumandang.

“Nak Al ini jualan pupuk, bahkan sering mengantarkan tanaman hias juga”. Lanjut nenek.
“Nenek kenal darimana?”.
“Nenek kenal dari Angel waktu nenek ngeluh sama dia karena nenek tau kalau ngeluh sama kamu temenmu kan cuma Angel dan Putri jadi mungkin kamu gak punya kenalan seperti itu. Kata Angel temennya ada yang jualan pupuk bisa dianter ke rumah, kenal deh nenek sama Nak Al”.

“Oh”. Berarti memang pergaulanku yang sempit, tapi bener juga temenku kan cuma Angel dan Putri.
“Ya udah nek, aku mau pamit pulang”.
“Mau kerja ya?”.
“Kerja apa?”. Tanyaku
“Kerja di kafe”. Jawab Alsan.
“Katanya jualan pupuk?”.
“Kalau malem di kafe”.
“Oh”. Ujarku mengangguk.

“Ya udah makasih ya Nak Al udah nganterin Al”.
“Iya nek sama-sama, kalau gitu Assalamualaikum”. Ujar Alsan sembari salim kepada nenek.
“Walaikumsalam”. Jawabku dan nenek.
Nenek masuk ke dalam dan aku mengantarkan Alsan sampai gerbang.
“Hati-hati Al”.
“Iya Al”.
Alsan kemudian melajukan motornya dan pergi. Aku menutup gerbang dan masuk ke dalam rumah.

Hidroponik membuat semuanya berawal, bukan saat semester baru, dunia yang aku jaga ketenangannya mulai terusik sejak ia datang. Dunia yang sebenarnya lebih indah dari sekedar tenang, yaitu nyaman dan merasa mencintai apapun.