Catatan Akhir Kuliah – Part 3

Alarm ponsel berbunyi dengan volume keras pagi ini tepat pukul 04.00 WIB yang membuatku terbangun dan menundanya, aku merasa setan dipunggungku lebih kuat untuk bangun. Alarm kembali berbunyi pukul 04.15 WIB, aku kembali menundanya dan memutuskan menghidupkan lampu agar retina mataku terbangun, namun aku kembali tertidur. Alarm berbunyi kembali pukul 04.30 WIB, aku memutuskan untuk duduk di kursi sembari menunda waktu alarm berbunyi, tapi aku kembali tertidur di meja belajarku. Alarm kembali berbunyi pukul 04.45 WIB bersamaan dengan adzan subuh dan aku masih menunda alarm lalu kembali tertidur di sofa panjang depan ruang tv. Akhirnya aku benar-benar terbangun karena teriakan nenek dari dapur.

“Al!!! Bangun!!! Alarm daritadi bunyi dan kamu masih belum bangun!”.
“Iya nek”. Jawabku lirih kemudian sholat dan duduk di depan meja belajar.

Bukan tanpa alasan aku menghidupkan alarm di pagi buta, pastinya ini tentang laporan praktikum yang sudah menanti. Aku mulai menghidupkan internet di ponsel dan menyiapkan kertas A4 yang aku jepit diatas kertas bergaris dikarenakan laporan praktikum ditulis tangan.

Aku baru selesai menulis laporan saat ayam tetangga berkokok dan mulai membuka jendela kamar. Seperti biasa pemandangannya kebun bunga. Aroma daun basah yang segar dan suara katak mulai bersembunyi setelah semalaman berdangdutan dengan para bunga membuat suasana pagi menjadi sempurna. Pak Toto sedang membersihkan daun-daun rontok sembari bersiul, lantunannya lembut membuat pipiku ikut merekah seperti lotus yang siap mekar ketika terkena cahaya matahari.

“Pagi Pak Toto!”. Sapaku sembari menyangkupkan kedua tanganku di pipi.
“Pagi juga Mbak Al.. Wah pasti habis ngerjain laporan”.
“Iya nih pak”.
“Mandi Mbak Al biar cantik”.
“Kayaknya mandi enggak mandi juga tetap sama aja Pak Toto”
Pak Toto tertawa mendengarnya. “Tapi kan bedanya lebih seger mbak liatnya
“Nah kalau itu aku percaya”.

Usai menikmati udara segar pagi, aku bergegas membantu nenek membersihkan rumah dengan membereskan tempat tidurku dan menyapu rumah, sedangkan nenek sedang memasak di dapur. Ketika rumah sudah bersih, giliran aku mandi kemudian sarapan.

“Kamu jangan pulang terlalu sore, akhir-akhir ini sering hujan”.
“Iya nek, hari ini pulang cepet”. Jawabku untuk menenangkan nenek kemudian pamit berangkat kuliah.

Setelah sampai kampus, semua anak-anak sudah berkumpul di teras gedung laboratorium hama dan penyakit tanaman yang sedang mengerjakan laporan. Angel menarik lenganku dan mengajak duduk di sudut teras laboratorium dekat Putri yang sedang menonton drama korea di ponselnya.

“Mana Al laporan loe?”.
“Sabar…”. Jawabku sembari mengeluarkan laporan dari dalam tas.
“Wah Al, loe ini benar-benar penyelamat gue, semalem gue pulang malem dari sekret dan langsung tidur”. Ujar Angel sembari menerima laporan dariku.

Angel langsung mengerjakan dengan langkah 1000 tangannya. Ia menulis dengan perpaduan antara laporanku dan laporan Putri. Laporan praktikum itu sama saja mengolah kreativitas kita, saat dalam keadaan mendesak kita bisa mengubah kalimat demi kalimat dari laporan orang lain menjadi kalimat kita sendiri. Sensasi mengerjakan laporan praktikum tulis tangan tentunya tidak didapat dari semua jurusan. Walau cukup menyikta waktu, tapi percayalah ini adalah hal yang cukup dirindukan bersama teman-teman suatu hari nanti.

“Auuuu!!! Iiiihhhhh Rico!!!”. Teriak Angel.
“Disaster is coming”. Lanjut Angel.

Rico datang di tengah-tengah kami dengan persiapan alat tulis untuk menulis laporan. Rico pun menulis tanpa menanggapi kekesalan Angel. Angel pun melanjutkan menulis.

“Pinjem tipe-x dong”. Ujar Genta dari salah satu sudut berseberangan di teras. Andi kemudian melemparkan tipe-x dan mengenai Putri.

“Woy sakit!”. Teriak Putri sembari memegang kepalanya.

“Sakitan mana Put saat loe nolak gue?”.
Semua orang tertawa dengan girangnya.
“Just So So!”.
“Bodok amat Put!”.
“Weh ada apa ini?”. Ledek Genta.
“Berisik!”. Jawab Putri.
“Ya enggaklah canda”. Ujar Genta dengan nada genitnya sembari melanjutkan menulis.

Salah satu anak di kampus pasti ada yang seperti Genta, si pencair suasana dan rusuh, tapi asik buat diajak ngobrol. Tak lama Indra datang dengan santainya. Semua orang bertepuk tangan layaknya menyambut presiden datang, tapi kali ini yang datang bukan presiden tapi raja. Raja telat maksudnya HAHAHa. Indra itu luar biasa telatnya, semua orang sudah sibuk laporan dari pagi tapi dia tetap berangkat siang. Kuliah jam siang, tetep aja dia kesiangan.

“Weh Indra sudah datang”. Ujar Genta menghampiri Indra sembari mengambil gorengan di kotak yang Indra bawa.

“Ndra kayaknya masih pagi mendingan loe tidur aja dulu”. Sanggah Andi yang sedang mengerjakan laporan. Indra hanya tertawa dan menghampiri Andi untuk mengerjakan laporan bersama.
“Liat lur”.
“Ini lur”. Jawab Andi menyodorkan laporan yang dia contek.
“Woy minta logo dong”. Ujar komti atau ketua kelas versi kampus.
“Ini”. Ujar Rahma yang baru datang sembari menyerahkan lembaran logo.
“Thanks Ma”.
“Lebay sih, kayak baru kenal kemarin”.
“Gimanapun juga gue harus tetap berterima kasih”.
“Iya deh”.

Berbicara tentang Rahma, Rahma adalah salah satu cewek pintar di kelas, bukan hanya sekedar pintar tapi cantik juga modis.

“Al mana?”.
“Aku disini”. Jawabku sembari menatap Rahma.
Angel tertawa tipis. Rahma menghampiri Rico dan menanyakan Al. Mungkin maksudnya disini Alsan. Aku hanya terdiam dan kembali memerhatikan Angel yang sedang mengerjakan laporan.

“Al belum berangkat”. Jawab Rico sembari mengerjakan laporan.
“Udah dihubungi?”.
“Udah. Lagi dijalan mungkin”.

“Ayok semua masuk!”. Teriak komti. Semua anak-anak langsung berberes dan siap-siap menuju lab.
“Haduh Ngel! Tanggung tinggal kesimpulan”. Ujar Rico sembari menahan laporan yang akan dibawa Angel.
“Udah mau masuk nih”. Jawab Angel memegang laporan.
“Iya dikit lagi”.
Aku dan Angel akhirnya menunggu Rico sejenak.
“Haduh logo belum”. Keluh Rico.
“Udah sini gue pasangin, loe pake jas lab sana”. Ujar Rahma pada Rico. Aku dan Angel kemudian meninggalkan Rico dan Rahma untuk menuju lab.

Saat aku memasuki lab, semua asisten sudah berada di tempat masing-masing meja praktikum. Kami meletakkan tas di dekat pintu dan menempati meja praktikum yang dibagi sesuai kelompok sesuai instruksi komti sebelumnya. Rico masuk dan masih sibuk menelpon Alsan yang sepertinya masih belum diangkat.

“Gimana Co?”. Tanya Rahma.
“Masih belum diangkat”.
“Mungkin masih di jalan, ya udah loe bantuin kelompok loe ngambil peralatan di lemari biar gue yang telfon”.
“Baiklah”.

Rico berjalan menuju lemari di sudut ruangan mengambil peralatan menyusul anak laki-laki lain. Tiba-tiba ponselku bergetar dari kantong jas lab, ternyata itu sebuah pesan dari nomor baru.

+62812 :
Al, ini Alsan. Tolong loe bantu gue buat ambil dan letakkin tas gue, biar gue bisa langsung masuk.

Aku pun menatap arah pintu. Ada Alsan sedang berdiri di luar mengenakan jas lab. Aku pelan-pelan berjalan menuju dekat pintu kebetulan aku duduk dekat penyimpanan tas, Alsan langsung menyerahkan tasnya padaku dan kemudian masuk. Aku langsung kembali di tempat duduk setelah meletakkan tas Alsan di dekat tasku. Ponselku kembali bergetar dan ternyata sebuah pesan dari nomor Alsan.

Thanks Al.

Aku hanya membaca dan memasukkan ponsel dalam kantong jas lab kemudian ada seseorang yang menepuk pelan punggungku. Aku langsung menengok ke arah belakang yang ternyata Angel.

“Emang tadi Alsan manggil loe ya?”.
“Enggak Ngel”.
“Kok dia bisa minta tolong loe? Padahal dari tadi loe deket gue”.
“Dia sms”.
“Dapet nomor loe dari mana?”.
“Mungkin gara-gara kemarin aku beli pulsa waktu pulang sama dia, kan nomor aku mudah diinget”.
“Gimana enggak, enam angka terakhir delapan semua”.
Aku hanya meringis dan kami kembali berkonsentrasi pada praktikum saat ketua asdos mulai mengucapkan salam. Hari ini kami praktikum hama. Kelompokku dihadapkan dengan ulat buah hari ini, kalau kamu punya pohon buah di rumah pasti tahu sebesar apa ulatnya. Sebesar jempol orang dewasa.

Sebelum praktikum dimulai pasti akan ada penjelasan terlebih dahulu oleh ketua asdos, dan ketua asdosnya adalah Kak Geraldo. Lagi dan lagi yang menjadi asisten dosen adalah Kak Geraldo. Kami semua memutar tubuh kami ke arah papan tulis atau lebih tepatnya ke arah Kak Geraldo berdiri. Cara Kak Geraldo menjelaskan selalu serius dan tidak ada candaan, tapi akan ada satu-satunya disini yang tidak serius yaitu Angel. Angel menyukai Kak Geraldo dari awal semester, Kak Geraldo juga mengikuti organisasi dan menjadi bagian tim ospek angkatan kami, dia satu angkatan diatas kami.

Praktikum hama kali ini membahas tentang berbagai hama yang menyerang tanaman perkebunan, penangannya pun akan berbeda dengan tanaman hias atau sayur mengingat ukurannya juga cukup besar. Insektisida adalah salah satu penanganannya selain bagian yang terserang dilakukan pemangkasan. Saat ini kami sedang mempelajari klarifikasi hama terkait untuk menentukan jenis insektisida yang sama untuk pengaplikasian pada tanaman.

Pada saat sedang mendengarkan penjelasan Kak Geraldo terkait tata cara praktikum, aku sempat mengintip Angel yang duduk di belakangku. Matanya benar-benar berbinar, bayangkan saja waktu kelompoknya mendapat asisten dosen Kak Geraldo, gimana cantiknya Angel hari itu. Pagi-pagi, dia sudah rela membuat rambutnya sedikit lurus. Alhasil ternyata Kak Geraldo izin. Itu cukup membuat Angel sedih, sedih karena Kak Geraldo sakit.

Setelah Kak Geraldo selesai menjelaskan, perhatian kami kembali pada kelompok kami masing-masing yang sudah ada asisten dosen.
“Baik, Mbak buka praktikum hari ini. Nama Mbak Nureka Kusuma. Hari ini kita praktikum tentang ulat buah. Kalian bisa lihat toples-toples depan kalian. Silahkan diamati dan digambar. Tadi kan Kak Geraldo sudah menjelaskan apa saja yang harus dilakukan”.
“Iya Mbak”. Jawab kelompok kami.

Saat kami sedang menggambar, Andi bertanya pada Mbak Nureka.
“Mbak, kenapa ulet uget-uget?”.
“Dia gak uget-uget juga kalik dek, dia punya kaki”.
“Aku juga punya kaki mbak, tapi jalannya pelan-pelan?”.
“Loh, kenapa?”.
“Karena aku tahu mbak, pelan-pelan aku bisa mendapatkan hati mbak”.
Andi tertawa dengan girangnya, sedangkan Mbak Nureka hanya tertawa tersipu malu, sedangkan kami tertawa geli.

“Putri!!!”. Teriak Genta yang berada di meja sebelah.
“Kenapa?”.
“Andi selingkuh!!!”.
“Apa loe!”. Teriak Andi kearah Putri.
“Apasih! Gak penting!!!”. Teriak Putri dengan sinisnya menatap Andi.
“Loe itu pakek jilbab, lembut dikit”.
“Gak bisa kalo sama loe!”.
“Just So So!”.
“Loe itu!”. Jawab Putri tak terima.
Andi hanya menatap tajam kepada Putri dan anak-anak tertawa.

“Apa ya ini kok ribut-ribut, kalau mau ribut di lapangan”. Tegur Kak Geraldo.
“Kalau di lapangan bukan ribut kak namanya, tapi cewek-cewek lagi main sepakbola”. Celetuk Genta dan semua anak laki-laki tertawa, kami yang perempuan hanya bersorak tak terima pada Genta.

Semua asdos pun ikut tertawa melihat tingkah kami, warna-warni praktikum selalu indah apalagi jika asdos juga bersahabat. Jangan jadi asdos yang galak, senakal-nakalnya kami, kami hanya ingin bersahabat. Jangan jadi praktikan yang tidak hormat, walau asdos tidak gila hormat harus tetap dihormati.

Sebelum Praktikum berakhir, kami diminta untuk beres-beres dan mengerjakan post test, praktikum pun ada test jadi harus serius selama praktikum karena pertanyaan kuis tidak jauh-jauh dari kegiatan praktikum yang dilakukan. Setelah semua sudah mengerjakan kuis maka berakhir praktikum hari ini dan masing-masing asdos memberi ucapan pamit dan pastinya balik lagi.

Saat kami sedang mengambil tas masing-masing, tiba-tiba Angel berteriak yang membuat perhatian kami teralihkan padanya memahami bahwa teriakan Angel cukup khas.

“Rico!!!”.
Ternyata Rico sedang menulis sesuatu di jas lab Angel bagian bawah.
“Woy Disaster!!! Gak bisa diem sehari apa!!!”.
Rico hanya tertawa.
“Buat kenang-kenangan Ngel”.
“Apanya yang buat kenang-kenangan? Ini ngerusak tauk!”.

“Ini ada apa?”. Tanya Genta menghampiri Angel dan Rico.
“Ini Rico coret-coret”.
“Wah Rico jangan seperti itu, itu merusak jas lab, kalau bersih kan enak dilihatnya”. Ujar Genta sembari melingkarkan lengannya pada Rico.
Rico hanya mengangguk dan ternyata Genta mencoret jas lab Rico kemudian disusul Andi dan Alsan. Rico tidak bisa mengelak karena Genta memegang Rico dengan kuat walau Rico sudah berteriak. Angel tertawa begitu riangnya melihat Rico diserbu.

“Woi tolongin woi!!! Nanti gue ketularan jomblo”. Teriak Rico kemudian diaminin anak-anak.
Pacar Rico atau Delia memang terkenal kurang disukai anak-anak, karena entah sudah berapa cewek yang kena getah gara-gara menghubungi Rico walau hanya masalah kuliah saja.
“Syukurin, itu akibatnya”. Ujar Angel sambil tertawa menahan perut.

Setelah selesai, Genta, Andi dan Alsan berlari keluar. Rico terdiam sejenak mengatur nafas, kemudian berlari menyusul mereka.
“Woi jangan lari!!!”.
“Kalau gak lari nanti ditangkap, itu kan tujuan lari”. Teriak Angel.
“Apa sih!!!”. Teriak Rico berhenti sejenak di pintu mendengar ucapan Angel. Angel hanya menjulurkan lidah.
“Awas loe nanti”. Ujar Rico sembari lari keluar.
Angel hanya menjulurkan lidah kembali, kemudian aku dan Putri mengajak Angel keluar bersama sembari Putri menyerahkan tasnya. Kami bertiga berjalan berdampingan. Hari ini kami hanya praktikum dan tidak ada kuliah. Jadwal kuliah budidaya tanaman tidak ada karena Bu Indah sedang cuti melahirkan dan baru minggu depan masuk.
Nikmatnya kalau gak ada dosen hahaha

“Kalian mau kemana habis ini?”. Tanya Angel.
“Kami mau ke Paragon. Si Putri mau nyari jilbab sekalian jalan-jalan, mau ikut?”.
“Gak deh, gue mau ke sekret aja. Soalnya lagi sibuk persiapan anggota baru. Yo dah gue duluan ya Al.. Put.. kalian hati-hati..”.
“Kamu juga, jangan lupa makan”. Jawabku.
“Makan mie aja, tadi pagi kan udah mie”. Sindir Putri karena Angel hampir tiap hari makan mie.
Angel hanya cemberut sembari memelukku dari samping, aku hanya menepuk lengannya lalu ia pamit pergi.

Angel pergi dengan menebeng Alsan, sedangkan aku dan Putri menuju Paragon mengendarai motor. Paragon adalah salah satu mall terbesar di Semarang.

Kami sudah sampai Paragon dan mulai berjalan masuk mall setelah memarkirkan motor.
“Put, kamu kenapa gak ikut organisasi? Kalau anak kosan kan pulangnya bebas”. Tanyaku saat kami sedang di eskalator.
“Awalnya gue ikut tapi lama-lama capek, akhirnya mundur”.
“Apa gak sayang Put?”.
“Sayang sebenarnya karena tanggung, cuma loe tau gue kan Al, gue ini hobi pulang kampung, sedangkan kegiatan selalu akhir pekan”.
“Loe kenapa gak ikut organisasi?”. Tanya Putri Balik.
“Karena nenek gak boleh pulang lewat jam 5 sore, sedangkan kalau ngumpul setiap sore”. Jawabku lirih.
“Ikut organisasi itu bagus sebenernya Al, bukan hanya nambah temen tapi juga pengalaman jadinya pemikiran kita lebih kritis, gak cuma sekak di situ aja, cuma kalau keadaan tidak mendukung mau diapakan lagi, yang penting kita baik sama semua orang. Jadi jangan sampai kita lulus kayak gak punya temen”.
“Anda benar!”. Jawabku sembari mengangkat jempol dan Putri tersenyum.
“Oh ya Al, nanti sore jadwalnya loe nyiram kan?”.
“Oh iya juga. Ya udah aku hubungi Alsan kalau gitu”.
“Kenapa Put?”. Tanyaku pada Putri yang menyodorkan ponsel padaku saat kami sudah mulai berjalan.
“Nomornya Alsan”.
“Aku punya kok”.
“Kok bisa?”.
“Gara-gara tadi pagi dia sms aku minta tolong soal narok tas”.
“Dia dapet nomor loe darimana?”.
“Mungkin gara-gara kemarin sore beli pulsa pas nebeng dia”.
“Jadi kalian beneran nongkrong sampek sore di kampus?”.
“Iya Put, kenapa?”.
“Soalnya kemarin sore Andi ke kosan nganterin makanan mau maghrib”.
“Hah! Nganterin makanan?”.
“Iya”. Jawab Putri bingung.
“Katanya kemarin minta makan sama kamu?”.
Putri tertawa. “Ngapain dia minta makan, dia kan rumahnya emang disini. Kemarin gue laper banget, jadi minta tolong beliin makan karena males keluar. Oh ya! Tumben banget loe Al kemarin sampek sore banget, Biasanya aja kalau udah jam 5, loe langsung lari nyari angkot”.
“Kemarin itu si Genta curhat soal ulang tahun ceweknya gitu, karena keasikan ngobrol jadi lupa waktu”.
“Hmm begitu, nenek marah gak?”.
“Untungnya Alsan bilang kalo kita habis kumpulan. Gue gak bisa bohong kalo sama nenek”.
“Tapi kok loe bisa nebeng Alsan?”.
“Iya. Waktu di parkiran ada Alsan sama Rico lagi wifi gitu”.
“Hah? Wifi? Bukannya di rumah Rico ada wifi”.
“Mungkin lagi habis”.
“Gak mungkin Al, Rico itu di rumah punya pabrik kertas. Jadi, wifi nya selalu on buat transaksi juga. Tapi, ada Alsan juga. Tumben banget Alsan sampek sore, biasanya dia nongkrong di sekret aja. Jangan……jangan….”.
“Jangan-jangan apa?”.
“Jangan-jangan Alsan suka sama loe?”. Goda Putri sembari menunjukku.
Aku hanya tertawa geli.
“Kok ketawa?”.
“Ya gak mungkinlah Alsan suka sama aku, kita aja baru kenal”.
“Ya mungkin aja dia emang suka. Terus…nungguin loe karena belum pulang-pulang. Cieee”. Ledek Putri semberi mengelitik lenganku.
“Apaan sih Put!”. Jawabku menahan malu.
“Udah sana loe telfon Alsan”. Ujar Putri saat kami masuk ke salah satu toko hijab.
Sebelum aku menelfon, Alsan lebih dulu menelfon.
“Cieee ditelfon… tuh kan bener si Alsan suka”. Ledek Putri.
Aku menghiraukannya dan mengangkat telfon.

“Ada apa Al?”.
“Mau nyiram jam berapa?”.
“Jam tiga aja, aku lagi di Paragon”.
“Yo dah bareng aja”.
“Bareng apanya?”.
“Gue juga lagi di Paragon. Nanti bareng aja ke lahan”.
“Aku sama Putri”.
“Udah Al bareng Alsan aja, gue nanti ketemuan juga sama Andi kok”. Sanggah Putri.
“Gue juga lagi sama Andi”. Ujar Alsan.
“Oh yaudah”.
Alsan kemudian menutup panggilan. Aku sedikit terkejut, ternyata ada yang lebih acuh dariku. Aku kemudian kembali membantu Putri memilih Jilbab.

Saat Putri memilih hijab, ia sembari menceritakan tentang Alsan. Aku tidak tahu bahwa Alsan ternyata cukup terkenal dan aku belum mulai mengenalinya, ia salah satu anak UKM Seni yang sudah tampil memainkan musik tradisional di beberapa kota, ia memang suka mengenakan topi dikarenakan dasarnya pemalu dan yang mengejutkan bahwa banyak yang menyukai Alsan namun tak ada siapapun yang disuka Alsan bahkan salah satunya yang menyukai Alsan adalah Rahma yang sudah memiliki kekasih.

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore dan kami memutuskan turun ke bawah menuju parkiran setelah makan siang.
“Tadi Andi udah chat, katanya dia sama Alsan udah diparkiran”. Ujar Putri.
“Emang si Alsan gak ada whatsapp?”.
“Jangankan whatsapp, hpnya aja masih cecengpo”.
Aku hanya mengangguk. Saat kami sampai parkiran, Alsan dan Andi sudah berada di pintu keluar. Aku dan Putri mengambil motor dulu baru menyusul mereka.
“Bisa gak?”. Tanya Andi menghampiri kami bersama Alsan dengan membawa helm melihat kami kesusahan mengeluarkan motor.
“Bisa”. Jawab tegas Putri.

Setelah ditunggu ternyata Putri kesulitan mengeluarkan motor yang sudah dibantu oleh aku yang hanya sekedar mengarahkan. Motor Putri diapit kedua motor sangat rapat. Putri menghela nafas dan meminta tolong Andi dengan wajah memelas. “Bantuin deng hehe”.
“Hmm Dasar Wanita, nih pegang dulu helmnya”. Ujar Andi.
Putri memegang helm Andi. Andi dan Alsan kemudian saling membantu mengeluarkan motor Putri dan berhasil keluar.
“Makasih”. Ujar Putri ramah.
“Makanya lain kali nurut”.
“Iya loh!”. Jawab sinis Putri.
“Tuh kan udah ditolongin, balik lagi sifat aslinya”.
Putri tersenyum pada Andi dan Andi hanya tersenyum terpaksa. Mereka benar-benar lucu.

“Ya udah Al, Putri bareng gue. Loe jalan ke depan sama Alsan”. Ujar Andi.
“Ya udah makasih ya Al buat hari ini, sukses nyiramnya. Daaa!!!”. Ujar Putri sembari naik motor kemudian melambaikan tangan ketika Andi melajukan motornya dan aku juga melambaikan tangan hingga Putri pergi.

“Udah lambaikan tangannya, kayak orang jauh aja”.
Perkataan Alsan membuatku kesal. Aku kemudian mengikutinya berjalan yang telah berjalan duluan menuju motornya.
“Al, kayaknya mau hujan deh soalnya langitnya abu-abu”. Ujarku sembari mengenakan helm diatas motor Alsan.
“Hujan air kan?”.
“Iya sih”.
Aku kemudian melengkungkan bibirku ke bawah sembari menghela nafas. Alsan kemudian melajukan motornya.
Ini orang, bener-bener yaa ngeselinnya.

Langit semakin abu-abu, lalu lintas sudah tidak terlihat berdebu karena angin lebih bergebu-gebu daripada debu yang semakin seperti abu.
“Al beneran mau hujan”. Ujarku kemudian rintikan hujan mulai turun.
Al melaju cepat dan berhenti pada sebuah tempat di Bukit Gombel. Mungkin ini yang disebut dengan kafe. Selama ini aku hanya melihat kafe sekilas.

“Al basah?”. Tanya Alsan padaku saat kami turun dari motor.
“Gak kok. Aku kan ketutupan kamu. Kamu yang basah”. Jawabku sembari menunjuk bajunya.
“Kalau gitu loe duduk aja dulu, gue ganti baju dulu”.
“Baju siapa?”.
“Ini kafe tempat gue kerja, ada simpenan baju”.
“Oh”. Jawabku sembari mengangguk.

Aku kemudian masuk dan duduk disalah satu kursi dekat pembuatan kopi saji. Aku pikir ini lebih tepatnya kafe kopi, namanya Kafe Senja. Tempatnya benar-benar klasik dengan alunan lagu akustik. Aku memandangi sekeliling hingga aku melihat sebuah mading, mading yang terlihat berisi tulisan dari sticky note. Aku berdiri dan menghampirinya. Aku membaca satu-satu dan isi tulisannya lucu-lucu. Ada yang paling lucu, ternyata itu punya Andi.

Jatuh bangkit jatuh bangkit jatuh bangkit dan percayalah bahwa kebangkitanku kali ini tidak bisa kau jatuhkan. Nembak tolak nembak tolak nembak tolak dan percayalah Putri, lamaran gue gak akan bisa loe tolak.

Aku tertawa membacanya benar-benar bagus. Aku kemudian memfotonya dan kembali tertawa karena mengirimkannya kepada Putri yang hanya dibalas seperti biasanya ‘just so so’. Saat aku tertawa Alsan menghampiriku.
“Apa yang lucu?”.
“Gak kok”. Jawabku masih menahan ketawa sembari menatapnya.
Alsan mengenakan kemeja hitam. Benar-benar bagus untuknya. Sepertinya ini pakaian kerja.

“Mau nulis juga?”. Tanya Alsan.
“Boleh deh”.
Alsan mengambil sticky note di laci meja dibawah mading dan menyerahkannya padaku. Aku mengambil warna putih dan sisanya ku berikan pada Alsan.
“Kok warna putih?”.
“Soalnya aku suka warna putih”.
“Ini penanya”. Ujar Alsan memberikan pena.
Aku kemudian menulis dan menempel di mading.
“Moga selalu dikelilingi orang-orang yang sayang sama aku”. Baca Alsan. “Aamiin”. Lanjutnya.
“Ini penanya”. Aku memberikan pena kepada Alsan, dia mengambilnya dan pergi ke meja kasir, kemudian kembali lagi.
“Ini”. Ujar Alsan memberikan gulungan kertas.
“Ini apa?”.
“Surat”.
Suratnya digulung dengan tali warna jingga. Aku membuka talinya kemudian Alsan berteriak. “Jangan dibuka!”.
“Kenapa?”.
“Bukanya besok siang aja”.
“Kenapa besok siang?”.
“Biar jadi kejutan aja”.
“Baiklah”.
Aku mengikat talinya kembali dan memasukkan dalam tas.

“Kenapa pita dan pena warnanya sama?”
“Karena nama kafenya senja”. Alsan kemudian menyodorkan pena padaku. “Ini bawa pulang”.
Aku hanya terdiam. Alsan kemudian memasukkan didalam tas yang ku slempangkan ke depan.

“Al!!!”. Teriak seseorang.
“Iya!!!”. Jawab sontakku dan Alsan, kemudian kami tertawa.
Laki-laki yang memanggil Al pun hanya tercengang dan bingung, kemudian pergi dan menggaruk leher belakangnya. Ini baru pertama kali aku melihat Alsan tertawa, cara tertawanya benar-benar manis.
“Ya udah gue permisi ke belakang dulu, loe liat-liat aja dulu”.
Aku hanya mengangkat tanganku membentuk huruf O menunjukkan kata oke.

Hujan pelan-pelan pun reda. Aku mengintip di jendela. Ada yang menarik dari luar kafe ini. Kafe ini ternyata menggantung diantara perbukitan Bukit Gombel. Aku kemudian membuka pintu dan berjalan menuju sudut balkon. Suatu hal yang tidak pernah aku duga. Pemandangan di atas balkon ini sungguh luar biasa. Aku bisa melihat Semarang Bawah dengan leluasa. Ada hal yang lebih memukau lagi, aku dapat melihat laut dan kapal berjalan dari atas sini. Ini pertama kali dalam hidupku. Walau kabut menutupi sekitar, tapi tetap saja terlihat indah. Aku benar-benar tidak bisa berhenti tersenyum. Nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan.

“Indah bukan?”. Tanya Alsan yang sudah berdiri disampingku dengan dua cangkir kopi ditangannya.
“Iya indah”. Jawabku tersenyum padanya.
“Ini buat loe”. Ujar Alsan sembari memberikan kopi dan aku ambil. Aku dan Alsan meminumnya pelan-pelan karena masih panas.
“Wah kopi pahitnya enak banget”. Ujarku.
“Itu Long Black Coffee namanya”.
“Bukan Americano?”.
Alsan tersenyum dan bilang bukan.

“Apa bedanya?”. Tanyaku kembali.
“Kalau Long Black Coffee, kremanya di atas. Tapi kalau Americano udah nyatu sama airnya”.
“Pasti karena Americano diseduh airnya terakhir dari bubuk kopinya?”.
“Anda benar!”. Ujar Alsan sembari mengangkat gelas dan kami tertawa.

Aku kembali menatap ke depan. “Wah bagus banget pasti kalau malem, lampu-lampu dibawahnya pasti seperti bintang. Jadi rasanya kayak di atas langit”.
“Kalau malam kesini aja, saat cuacanya terang. Loe bakal gak cuma diatas langit, tapi juga diantara langit, karena cahaya bintang diatas sana pasti juga lagi bertaburan”.
“Wah…..pasti indah sekali. Tapi sayang, nenek pasti gak ngijinin aku keluar”.
“Kalau gue bisa bawa loe kesini waktu malem, apa yang bakal loe lakuin buat gue?”.
Aku terdiam dari senyumku kemudian menatap Alsan. Mata kami saling menatap.