Proses Kehamilan dan Persalinan Anak Pertama

Selamat malam sunshine 🙂

Apa kabar? Aku udah lama gak nulis pengalamanku sendiri dan rasanya kaku haha.. Aku nulis ini bener-bener nunggu anak tidur dan aku tulis dengan bahasa santai ya biar nyaman aja, ini aku tulis sampai hal buruk juga aku bahas, tujuannya sebagai pembelajaran.. buat belajar untuk saling menghargai dan selalu berfikiran positif 🙂

Sebelum menikah, aku udah konsumsi asam folat sama susu buat program hamil dan banyak makan sayur sama daging.. kenapa sih segitu pingin cepet hamil? Mungkin karena aku suka sama anak kecil hehe

Aku menikah tanggal 26 Maret 2020 yang bertepatan dengan pandemik corona. Kerjaan suami akhirnya WFH jadinya bisa seharian sama istri. Suami bekerja di Jogja dan sementara kami tinggal di rumah orang tua suami.

Satu bulan menikah, aku masih halangan, awalnya sedih.. Aku bener-bener lebay ya padahal masih sebulan haha.. jadinya aku coba cara lain.. ya aku gak bisa jelasin cara yang aku maksud, harusnya kalian paham maksudku haha

Satu bulan kemudian, kok aku belum halangan.. seneng dong 🙂 kalau sedih ya bingung juga, kan telatnya bukan pas jadi anak sekolah, hehe kok garing ya ._.


Aku minta suami beli testpack tiga sekaligus, pokoknya dengan merek berbeda, telat dua minggu halangan langsung aja aku testpack dan alhamdulillah hasilnya positif 🙂
Yeee gak percuma kerjaannya mandi malam haha


Aku cek di aplikasi kalender masa subur, terakhir halangan tanggal 29 April 2020 dan aku cek testpack tanggal 30 Mei 2020..
Sudah tahu positif langsung cek ke dokter tanpa ngomong sama orang tua dan mertua, takut aja testpacknya yang salah kan 🙁

Kami memutuskan pergi ke dokter kandungan Dokter A, kami pergi kesana karena ada teman yang bekerja disana..

Aku belum bisa seneng-seneng banget kalau dokter belum bisa memastikan bahwa aku hamil, jadi masih harap-harap cemas..
Setelah mengantri, akhirnya namaku dipanggil buat diperiksa, saat di USG belum terlihat ada kantung rahim jadinya disuruh periksa lagi dua minggu lagi..
Yaaah masih nunggu, Allah pingin aku sama suami sabar dulu 🙂

Merasa bahwa hamil walau statusnya masih gantung, aku mulai menjaga diri, tidak mengangkat barang berat, dan mengurangi naik turun tangga karena kebetulan aku sama suami tidur di kamar atas..
Hamil itu tidak mudah, walau prosesku termasuk cepat namun aku tidak boleh lalai untuk menjaganya..

Hamil di bulan pertama rasanya masih aman untuk melakukan aktivitas, namun ternyata di bulan berikutnya sensasi hamil baru aku rasakan. Mual, muntah, dan tidak bisa mencium bau apapun termasuk minyak wangi, bahkan aku tidak suka memakan masakanku sendiri, dan aku benci bau mie instan padahal itu mie kesukaanku.

Keadaan ini membuatku hampir tidak sanggup karena asam lambungku ikut naik, aku hanya suka makan roti, cemilan, dan minuman hangat. Aku kasihan dengan suami melihatku tidak doyan makan sama sekali, ia membelikanku makanan apapun yang aku inginkan tapi ujung-ujungnya tidak habis dan ia yang menghabiskannya. Keadaanku sudah lemas dan tak ada makanan yang masuk di lambung, akhirnya kami pergi ke dokter A untuk periksa.

Aku diberikan obat pereda mual, obat lambung, dan vitamin. Aku sebenarnya tidak suka keadaanku begini karena kasihan janin dalam kandunganku yang kurang asupan nutrisi tapi hormon hamilku belum bisa diajak kerjasama.

Setiap pagi sebelum sarapan, aku memaksakan diri meminum wedang jahe tanpa gula untuk meredakan mual. Aku juga memakan roti untuk mengisi perut agar lambungku terjaga untuk terisi. Aku tidak mau terbawa hormon kehamilan yang membuatku malas makan dan akhirnya harus dirawat di rumah sakit. Kasihan sama suami, apalagi dirawat di rumah sakt saat pandemik lebih mengkhawatirkan. Keadaan ini aku alami selama trisemester pertama, berat badanku jadi turun sampai 8kg, awalnya beratku 54kg namun memasuki trisemester kedua menjadi 46kg.

Hamil semester kedua, aku pindah periksa kandungan ke Dokter S dikarenakan secara biaya di Dokter A cukup mahal. Saat ini yang bekerja hanya suami, jadinya aku tidak bisa memaksakan diri untuk periksa di tempat mahal. Saran dari teman juga bahwa Dokter S memiliki pembawaan lebih nyaman.

Hamil semester dua ini keadaanku menjadi lebih baik, mual dan muntahku sudah berkurang namun aku masih pilih-pilih makanan, dan aku lebih suka makan masakan orang lain, bahkan saat sedang di rumah ibuku lebih memilih membeli makanan dari luar, padahal ibuku sudah memasak namun beliau sangat pengertian.

Hamil ini juga lebih sensitif perasaannya, padahal bisa dibilang aku termasuk cuek. Jadi kalau ada salah dikit langsung overthinking. Hamil ini juga membuatku malas mandi.

Suatu hari ketika selesai mencuci satu bak penuh, pinggangku terasa sakit, dan tenyata aku mengalami flek. Alarm panikku pun muncul, aku langsung tanya semua temanku yang sudah pernah hamil dan semua menyarankan untuk langsung pergi ke dokter. Suamiku langsung berhenti bekerja melihat aku flek, kami langsung pergi ke bidan dekat rumahnya, dan bidan menyarankan pergi ke Dokter Kandungan Dokter E yang merupakan perempuan.

Kami pergi ke Dokter E, disana diberi obat penguat kandungan dan diminta untuk tidak melakukan pekerjaan rumah tangga sementara waktu. Aku tidak mungkin tidak melakukan apa-apa di rumah mertua. Dokter E juga bilang ini demi janin dan rejeki hamil itu tidak mudah diterima. Suami juga mengingatkan untuk membatasi kegiatanku dan dalam hatiku berbicara bahwa ia tidak tahu bagaimana rasanya menjadi anak mantu perempuan. Ya jelas, kan suamiku laki-laki hehe

Aku meminta suami untuk tinggal di rumah ibuku, karena rebahan saja di rumah mertua itu tidak mengenakkan. Selama di rumah ibuku, makan dan minum sudah disiapkan jadinya suamiku bisa fokus bekerja. Namun seminggu kemudian kembali ke rumah suami.

Usia kehamilan 16 minggu, aku mengalami hal tidak diinginkan, aku kepleset di kamar mandi namun tidak sampai tersungkur, saat akan terjatuh membuatku reflek memegang pinggiran bak mandi dan tidak sengaja sikutku meninju perutku sendiri, apa yang terjadi? panik yang pasti, pinggangku tiba-tiba terasa sakit dan aku langsung membawa tubuhku untuk rebahan sejenak.

Saat akan mandi siang hari dan melihat celana dalam, ternyata ada flek darah kental menggumpal sebesar kacang hijau, aku terkejut dan langsung menghampiri suami, ia langsung menghentikan pekerjaan dan sorenya kami langsung periksa ke Dokter S. Suamiku kalau sudah panik ya tidak fokus bekerja. Aku memilih ke Dokter S kembali karena penjelasannya lebih meyakinkan, namun setiap orang memiliki kenyamanan yang berbeda-beda, nyaman bagiku belum tentu bagi orang lain.

Aku benar-benar ketakutan karena khawatir dengan janinku, aku terus berdoa dan berharap bahwa janinku baik-baik saja, mengingat sebagian teman-temanku mengalami keguguran dan apabila terjadi padaku maka aku merasa buruk tidak bisa menjaganya dengan baik. Saat menunggu akan diperiksa, flek masih belum berhenti, panikku sudah melewati batas dan kakiku gemetaran tak tertahankan. Suamiku lebih panik, ia hanya diam yang tak kalah gemetaran sepertiku.

Namaku dipanggil untuk diperiksa, saat memasuki ruangan dokter pun rasanya sudah tidak sanggup, dokter langsung melakukan USG dan alhamdulillah janinku baik-baik saja namun keadaannya turun mendekati mulut rahim, normalnya jarak rahim ke mulut rahim adalah 2,5 cm namun turun menjadi 2,3 cm, ini tugasku untuk mengembalikan ke posisi semula dengan cara istirahat total dan konsumsi obat penguat kandungan kembali. Oh ya, asal dari flek darah adalah luka dari placenta yang terkena benturan dari sikutku.

Aku istirahat total di rumah mertua karena disini ada WiFi, jadinya pekerjaan suami jadi lebih mudah. Sekarang suami yang mengambilkan makan dan minum, bahkan mencuci pakaian. Walau ada yang pernah mengatakan bahwa suamiku seperti pembantu, namun suami selalu bilang jangan pernah dengarkan kata orang karena suka dan dukanya hanya kita yang tahu bagaimana persisnya. Aku juga ingin gerak karena tubuhku terasa pegal akibat hanya rebahan namun ini demi janinku.

Badanku tidak merasakan sakit, namun memang aku harus menjaga keadaan rahimku. Pembelajaran bagiku untuk berhati-hati dalam bergerak. Aku bersyukur memiliki suami yang pengertian dan tidak menyalahkan apapun kepadaku, ia selalu berkata percayakan semua pada Tuhan selama berusaha untuk menjaganya.

Selama hamil pun keinginan makanku banyak, namun inginnya makan di luar dengan mencoba berbagai macam menu, namun membeli makan di luar termasuk mahal ongkirnya karena rumah suami di desa dan tempat jual makanan online berada di kota. Keadaan keuangan kami belum stabil, walau suami selalu bilang rejeki anak ada sendiri. Aku hanya bisa memandangi gambar dan berdoa semoga ada yang baik hati mengirimi makanan seperti ini, dan alhamdulillah ibuku suka mengirimi makanan lewat budeku yang suka lewat depan rumah mertua karena rumah beliau tidak jauh dari sini. Kadang ibuku juga datang membawa makanan kesukaanku.

Selama hamil ini aku banyak nangis, karena keadaan hamilku seperti ini yang kayaknya ngerepotin banyak orang terutama suami. Aku benar-benar overthinking, terutama ketika nerima omongan gak enak. Siapapun gak pingin memiliki keadaan hamil seperti ini, maunya kayak ngebo aja, dan lahap makan. Apalagi keadaan perutku yang tidak membesar seperti orang hamil pada umumnya, ditambah lagi akunya semakin kurus. Suami tiap hari gak berhenti ngasih support dan afirmasi positif buat aku yang jangan sampai stres berlebihan. Hormon adrenalinku lemah disini.

Dua bulan sudah aku istirahat total dan sekarang sudah memasuki trisemester ketiga. Aku periksa kembali ke Dokter S dan alhamdulillah keadaan rahimku sudah kembali normal, namun posisi janinku sungsang. Aku diminta banyak melakukan sujud untuk membuat posisi kepala janin berada dibawah dan tidak lupa pemberian afirmasinya. Mari bersemangat untuk proses kehamilan ini 🙂

Aku banyak melakukan gerakan sujud bahkan melihat video di youtube agar gerakannya tidak salah. Aku juga sudah mulai melakukan pekerjaan rumah dalam keadaan yang terbatas, jika sudah merasa lelah tidak ingin memaksakan diri.

Sebulan periksa kembali dan alhamdulillah sudah tidak sungsang, namun janinku terlilit tali pusar sebanyak dua kali di bagian leher. Saran Dokter S hanya banyak berdoa semoga terlepas dari lilitan. Aku pulang dari dokter kandungan dengan perasaan cemas, sehingga aku meminta pindah periksa rutin di bidan karena mengusahakan bisa melahirkan normal. Dokter juga bisa melahirkan normal namun aku merasa peluangnya tipis.

Aku memeriksakan diri ke bidan dengan nama tempat praktiknya JnC milik Bidan Tri. Ini hasil saran dari beberapa temanku yang periksa disana dan pelayanannya yang ramah, tempat yang sesuai denganku yang suka diramahin. Disana, aku diperiksa oleh Bidan Oci karena Bidan Tri sedang berada di luar, dan Bidan Oci adalah asisten Bidan Tri.

Ini bukan pertama kalinya datang ke JnC. Waktu awal-awal hamil pernah datang kesini, namun karena merasa di Bidan hanya USG 2D akhirnya pergi periksa rutinnya hanya di dokter kandungan yang USG 4D agar melihat gambarnya lebih puas.

Saat datang kembali ke tempat periksa kandungan sudah trisemester ketiga ini pasti mendapat pertanyaan, apakah tujuannya untuk pembandingan? Sebenarnya memang iya namun aku hanya tersenyum. Bidan Oci memberikan penjelasan tentang kehamilan secara detail, bahkan suamiku juga diberi nasihat untuk menjaga pergerakan dan pola makanku. Bidan Oci bahkan mengingatkan agar ibu hamil tidak stres. Harusnya dari awal aku periksa disini saja hehe

Aku bercerita kecemasanku tentang kata dokter bahwa ada lilitan, namun Bidan Oci meyakinkan bahwa semua harus dipasrahkan sama Tuhan, jika memang ada lilitan pastinya masih bisa lahir secara alamiah karena saat bayi keluar dari rahim bersamaan dengan tali pusar. Aku merasa tenang mendengarnya.

Aku mulai mengikuti yoga hamil di JnC setiap minggu, konsumsi kurma ajwa untuk meningkatkan hormon oksitosin yaitu hormon perangsang kontraksi dan air susu ibu, suami tiap malam pijat oksitosin, dan setiap hari squatting sampai 200x walau ujung2nya tidak sampek hehe

Aku cek lab di puskesmas ditemani ibuku karena suami bekerja, ibuku tahu aku suka jajan langsung dibelikan banyak makanan. Walau anak sudah menikah, tetap saja bagi orang tuanya tetap anak-anak. Aku selama hamil ini ingin dekat dengan ibuku terus apalagi waktu istirahat total, namun seorang istri harus menurut pada suaminya kemana ia ingin tinggal.

Hasil cek lab sangat mendebarkan, tekanan darahku redah namun kolesterolku tinggi, padahal selama hamil makan daging bisa dihitung pake jari berapa kali. Bidan puskes menyarankan mengurangi makanan berlemak. Aku langsung diam padahal niat pulang pingin makan bakso.

Aku pulang ke rumah ibuku sampai menunggu jemputan suami sore harinya. Ibuku langsung memakan semua gorengan yang dibelinya sendiri dan aku hanya disuruh menghabiskan sayur bayam yang baru dibuatnya. Oh my God… Ku menangis membayangkan :((((

Esoknya aku sama suami janjian ketemuan sama Bidan Oci setelah yoga hamil. Bidan Oci melihat hasil cek lab dan menyarankan untuk perbanyak makan kurma ajwa karena mampu meningkatkan tekanan darah dan kurangi makanan bertepung, berminyak dan bersantan untuk menurunkan kolesterol. Aku boleh konsumsi lemak namun lemak sehat, boleh makan daging asal direbus. Jadinya aku makan rebusan, rasanya kayak hidup di jaman dulu, orang-orang dulu memang hebat-hebat, pantas sehat-sehat.

Makanan sehatku hanya bertahan selama dua minggu, setelah itu aku menyerah. Aku kembali ke makanan normal dalam porsi terbatas, aku konsumsi air putih sehari dua liter demi menjaga air ketuban, dan banyak melakukan yoga hamil di kamar.

Kontraksi sudah mulai aku rasakan masuk kehamilan 36 minggu, namun rasa sakitnya masih hilang muncul. Dadaku juga sudah sesak dan tenggorokanku sakit karena asam lambungku sudah naik sampai tenggorokan. Aku pun merasakan kebas pada tangan kananku, aku tidak bisa merasakan apapun bahkan benda yang aku pegang sering jatuh.

Bidan Oci menyarankan untuk berendam kaki dengan air garam untuk mengurangi sakit tumit yang aku rasakan, kompres pinggang untuk mengurangi pegal, dan melakukan latihan pernafasan perut untuk mengurangi sesak dan melatih nafas saat persalinan nanti.

Aku merasakan perutku sakit selama sejam, akhirnya aku pergi ke bidan bersama suami. Saat diperiksa belum ada pembukaan, Bidan Oci menyarankan untuk jalan-jalan sejenak di belakang klinik dengan gerakan jalan melebar seperti katak. Aku sudah melakukannya 15 menit dan ternyata sakitnya hilang. Ini lah yang disebut kontraksi palsu.

Tanda-tanda kontraksi asli adalah ketika setiap 15 menit pada setiap jamnya selalu merasa sakit, air ketuban merembes, atau keluar lendir berselaput kemerahan seperti darah. Bidan Oci menyarankanku periksan kembali tiga hari lagi dan bertemu Bidan Tri.

Bidan Oci dan Bidan Kiki selaku bidan yoga hamil juga tidak berhenti memberikanku dan suami afirmasi positif, mengatakan bahwa ini sebentar lagi karena janinku sudah masuk panggul. Bidan Kiki lalu mengajariku cara tidur yang benar untuk ibu hamil dan jalan kaki yang benar saat jalan-jalan di pagi hari.

Aku konsultasi dengan Bidan Tri untuk pertama kalinya. Beliau sangat ramah dan tidak berhenti mengucapkan kalimat-kalimat pujian. Janinku sudah dipanggul tinggal lebih banyak squatting untuk membuatnya agar elastis, perbanyak air putih dan makan kurma, dan berdoa sama Tuhan yang paling penting, percaya sama Tuhan apapun kendalanya seperti lilitan tetap akan bisa melahirkan secara alamiah. Aku merasa senang sekali menemukan provider persalinana yang begitu positif, saat hamil begini bisa dibilang banyak hal negatif yang aku dapatkan dari tetangga yang cukup membuatku stres.

Seminggu lagi bertemu HPL di tanggal 29 Januari 2021, namun belum ada tanda-tanda melahirkan. Perutku sudah sangat gatal, bahkan aku menggaruk semua bagian tubuhku sehingga sekarang aku mandinya jadi sehari dua kali. Bidan Tri lalu menyarankan untuk melakukan induksi alami saat dua hari sebelum HPL.

Aku melakukan induksi alami yang dipandu oleh Bidan Kiki. Aku dan suamiku melakukannya di kolam renang sedangkan Bidan Kiki mencontohkan gerakan di tepi kolam renang. Aku melakukan latihan nafas perut, jalan katak, dan gerakan senam hamil yang dibantu oleh suami. Satu jam di air lalu aku dan suami makan dulu lalu lanjut moxa terapi dan pijat oksitosin sama terapis.

Aku kasihan sama suami, dia yang capek tapi aku terus yang terima pijatan. Ia juga menemaniku begitu sabar, dan berusaha memberikan yang terbaik. Suami juga diajari oleh konselor, titik mana saja yang mampu memancing hormon oksitosin. Suami sebenarnya sudah tidak sabar bertemu dengan buah hati kami, namun Bidan Tri selalu mengingatkan bahwa mintalah bertemu di saat yang tepat.

HPL pun datang namun belum ada tanda, para tetangga sudah bertanya namun ibuku tetap selalu memberi semangat. Sore harinya, aku pingin bertemu dengan mbah putri yaitu ibunya bapak. Aku hanya rindu karena dulu saat sekolah atau sedang ada masalah, beliau adalah orang yang lebih sibuk menyuruh makan daripada menyuruh bercerita.

Perjalanan ke rumah mbah tiba-tiba saja suami menerjang lubang di jalan yang membuatku pantatku sedikit terpental dari motor. Suami bertanya bagaimana keadaanku, namun aku menjawab baik-baik saja dan siapa tahu karena ini langsung kontraksi. Suami memperingatkanku untuk menjaga ucapan dan semua yg terjadi atas ijin Allah.

Aku senang bertemu dengan mbah putri, bulek atik dan tika anaknya. Mereka yang selalu penuh energi positif. Aku selalu mengatakan lebih dulu sebelum orang lain berkata bahwa perutku kecil padahal hamil tua, tapi bulek atik mengingatkan yang penting kata bidan sehat dan baik-baik saja.

Aku dan suami pamit pulang karena akan hujan. Aku didoakan segera melahirkan dengan aman, nyaman, dan semua sehat. Aku merasa senang sekali karena mereka sibuk berdoa daripada bertanya.

Saat perjalanan pulang ternyata hujan turun, aku dan suami meneduh. Perutku mulai sakit, rasanya seperti bukan kontraksi. Aku dan suami lalu nekat menerjang hujan karena perutku sudah mulai tidak nyaman. Suami terus bertanya bagaimana keadaanku namun aku merasa masih baik-baik saja. Ia menanyaiku sembari menekan kelingkingku berkali-kali sebagai titik hormon oksitosin. Ia pun langsung tertidur saat sakit perutku menghilang.

Aku belum bisa tidur, sakit perutku sebenarnya belum hilang, setelah jam 12 malam sakitnya makin terasa, aku sudah bolak balik kamar mandi selama dua jam, aku tidak bisa mendeskripsikan sakitku namun rasanya seluruh tubuhku remuk. Aku mengirim pesan whatsapp mengenai keadaanku, dan mereka membalas untuk memantau setiap lima menit sakitnya intens atau tidak. Aku merasa bahwa setiap detiknya sakit.

Pukul tiga pagi dan suami masih tidur dengan cantik, aku sudah tidak sanggup rasanya namun harus menahannya karena kalau pergi ke bidan sekarang juga aku masih takut, perjalanan dari desa ke kota harus melewati mbulak sawah dan sedangkan kami hanya mengendarai motor.

Pukul empat suami bangun dan melihatku dari kamar mandi, aku mengatakan bahwa perutku sakit dan ingin pergi ke bidan. Aku tidak peduli dibilang sakit perut, kontraksi palsu, atau diare yang penting sakitnya sudah tidak tertahankan. Suami langsung siap-siap, kami pamit dengan ibu mertua, dan pergi ke bidan pukul setengah lima.

Sampai di bidan langsung dibukakan pintu oleh Bidan Umi yang biasa jadi instruktur yoga hamil bersama Bidan Kiki. Aku diminta rebahan diatas kasur dan tak lama Bidan Kiki datang memeriksaku, aku sudah menuju pembukaan ketiga. Suami mengucapkan syukur dan kami langsung pergi ke ruangan bersalin.

Aku masih sanggup shalat subuh walau jalannya sudah susah sembari menahan sakit, setelah shalat langsung diminta ganti baju dan tidur karena semalaman belum tidur. Aku tidak bisa tidur karena perutku sakit dan bolak balik kamar mandi, Bidan Elsa setia menemaniku dan membantuku untuk hal sekecil apapun itu. Aku sangat merasa nyaman.

Pukul sembilan, Bidan Tri datang memeriksaku dan ternyata sudah pembukaan empat. Aku diminta untuk makan dahulu lalu melakukan induksi alami di kolam renang bersama suami, tapi kontraksi yang terus datang membuatku terus muntah saat makan, Bidan Kiki memberiku instruksi untuk makan dan menelannya saat keadaan perutku sedang tenang. Awalnya makanannya berhasil masuk namun lama-lama aku menyerah, akhirnya Bidan Tri datang lagi untuk menyuruhku makan kurma karena harus ada makanan yang masuk. Setidaknya kurma bisa masuk ke dalam tubuhku untuk tambah energi. Aku belum boleh mengejan sampai pembukaan lengkap.

Kontraksiku semakin intens dan lebih sering bolak balik kamar mandi yang rasanya terus ingin mengejan. Aku tidak sanggup untuk pergi ke kolam renang. Bidan Elsa membantuku melakukan pernafasan perut dan saat Bidan Tri periksa kembali pukul 10 ternyata sudah pembukaan delapan, aku diminta terus melakukan pernafasan perut sembari rebahan. Suamiku juga diminta makan terlebih dahulu sebelum menghadapi proses persalinan sesungguhnya. Aku melihatnya makan begitu lahap padahal tubuhku rasanya sudah tidak sanggup, namun aku harus percaya bahwa bisa melahirkan normal.

Bidan Tri datang kembali pukul 11 dan ternyata aku sudah pembukaan lengkap namun belum pecah ketuban. Aku benar-benar tidak sanggup, rasa sakitnya mengalahkan obat bius habis setelah operasi patah kaki, ototku bekerja semua, tenagaku habis dan nafasku semakin sulit.

Bidan Tri menyuruhku duduk diatas gym ball dan berpegangan dengan kain jarik yang menggantung diatasnya. Aku sudah diperbolehkan untuk mengejan, aku melakukannya bersamaan dengan kontraksi datang, aku sudah tidak kuat pokoknya terus pernafasan perut dan berusaha tidak teriak-teriak. Aku memegang tangan suami juga, begitu kuat dan aku merasa selama aku hidup baru ini mengeluarkan kekuatan diri begitu kuat. Tidak lama air ketuban pecah membasahi lantai yang sudah dialasi kain plastik, warnanya keruh namun banyak. Bidan Tri memintaku naik ke tempat tidur kembali, memintaku mengejan kembali sembari dipandu pernafasan perut, dan diberi semangat oleh semua bidan yang ada di ruangan. Suamiku hanya diam karena takut membuatku tambah panik jika terlalu banyak suara.

Aku benar-benar ingin menangis rasanya karena sudah tidak ada energi lagi. Bidan Tri memintaku kembali duduk di kursi, aku kembali mengejan dengan energi yang tersisa, Bidan Tri memberi tahu bahwa kepala bayi sudah terlihat, suamiku melihatnya dan akhirnya ia bersuara dan memberiku semangat. Bidan Tri melihatku seperti sudah tidak sanggup, beliau memintaku kembali naik ke tempat tidur.

Kontraksiku semakin tak tertahankan, aku benar-benar berada di titik terlemah secara fisik. Sembari mengejan, Bidan lainnya yang aku tidak tahu namanya sedang memasang infus, karena kontraksi dan aku terus bergerak, jarum infus sudah dua kali tidak masuk sehingga tangan kiriku berdarah, suamiku yang berdiri di sebelah kiriku langsung menunduk.

Bidan Kiki bolak-balik memeriksa detak jantung janin, dan tiba-tiba tatapannya aneh setelah memeriksa dan langsung memandang Bidan Tri. Bidan Tri langsung meminta Bidan Elsa sebuah suntikan namun ketika aku berhenti mengejan karena terlalu lelah dan kakiku sudah gemetaran tak tertahankan, tiba-tiba bayiku keluar meluncur saat semua bidan sedang teralihkan hal lain, Bidan Oci yang baru datang langsung menangkapnya, bayiku menangis begitu gemasnya dengan lilitan di leher dan lengannya. Semua orang terkejut dan mengucap syukur. Lega luar biasa yang aku rasakan, bayiku langsung berada dipelukanku sembari belajar menyusui untuk pertama kalinya, ini yang biasa disebut dengan IMD.

Aku masih perlu mengeluarkan placenta atau ari-ari dalam perutku, Bidan Oci yang melakukannya, ia memasukkan tangannya dan mengambil placenta begitu mudah, Bidan Tri mengamatinya dan terlihat belum utuh, beliau meminta Bidan Oci memeriksa kembali dan mengambilnya. Bidan Oci memeriksa kembali, atas arahan Bidan Tri menemukan sisa placenta yang tertinggal dan tertempel di dinding perut, Bidan Oci berusaha menariknya karena cukup lengket, ini cukup sakit bagiku namun kalah melihat bayiku sudah keluar, akhirnya sisa placenta bisa dikeluarkan.

Tindakan terakhir adalah menjahit perineumku, robek cukup panjang dan harus dijahir luar dalam tanpa obat bius. Selama dijahit, aku tidak berhenti mengeluh kesakitan, padahal selama melahirkan sudah aman saja tidak teriak namun kalah saat dijahit. Selama menjahit, Bidan Tri sabar mendengar rintihanku, padahal kalau aku jadi dia pasti sudah sangat kesal haha

Jahitan sudah selesai dan kami saling mengucapkan terima kasih. Bayiku lahir pukul 11.55 lalu ditimbang dengan berat 3,4 kg, panjang badan 49cm, ini diluar ekspetasi mengingat bahwa keadaan perutku yang kecil, Tuhan benar-benar baik padaku. Semua bidan keluar tinggal aku dan suami, suami tidak berhenti memandangi bayi kami, dan mengucapkan rasa terima kasih, aku tidak menangis deras karena rasanya sudah kalah dengan rasa lelah. Aku diminta istirahat dulu di ruang bersalin sembari menghabiskan infus dan kembali ke kamar pasien.

Bidan Oci datang saat infusku habis, ia membantuku mengeluarkan air kencing dengan menekan bagian perut bawahku. Ia melepaskan infus dan membantuku berjalan sampai kamar, dan aku harus berjalan rapat. Bidan Oci bercerita bahwa Bidan Tri sudah tidak sanggup mengubek-ubek bagian perut karena tangan kanannya pernah kecelakaan dan mengubek-ubek perut adalah bagian cukup sulit. Bidan Umi datang membantuku mandi dan memakaikan bekung dan baju. Bayiku dimandikan Bu Bidan lainnya, dan kami juga diajari cara memandikannya.

Malamnya kami diajari bahwa menggunakan lampu remang untuk tidur, mengajari bayi untuk mengenal waktu siang dan malam. Esoknya aku pijat laktasi, dan ini rasanya menyegarkan setelah belum tidur puas. Kasihan suamiku yang lebih pingin dipijat tapi belum menemukan tukang pijat yang cocok.

Sorenya sebelum pulang, Bidan Oci memeriksa keadaan kami kembali dan memberi pelajaran pentingnya menyusui hingga dua tahun, kami juga diminta untuk tidak menggunakan dot karena khawatir bingung puting dan lebih tertarik dengan dot. Bidan Oci juga menasehati agar ibu menyusui tidak boleh stres, belum boleh jongkok, dan jangan malas menggunakan bekung.

Bidan Tri datang dan melihatku kembali. Beliau mengucap kagum padaku bisa melahirkan normal dengan keadaan pernah patah kaki, denyut jantung bayi sempat menghilang ditengah perjalanan namun ia langsung meluncur keluar, dan bangga pada suamiku yang begitu sabar membersamaiku dalam proses persalinan. Bidan Tri mengecek bekungku yang ternyata belum rapih, beliau merapihkannya dan meminjamkan bekung miliknya yang lebih bagus. Aku merasa bahagia menemukan provider yang tepat untuk persalinan.

Bidan Tri menawari untuk mengantarkan kami pulang namun menolak dan memilih naik gocar, katanya kami mandiri sekali haha

Saat kami akan pulang, sempat berfoto terlebih dahulu dengan para bidan, lalu Bidan Oci memayungiku sampai mobil bahkan memberi pijakan agar naik mobil dengan nyaman. Keramahan, dan perlakuan yang nyaman yang membuat proses persalinanku tanpa trauma.

Keadaan perutku yang kecil selama hamil sudah tidak membuatku khawatir jika hamil kembali, aku hanya perlu tetap makan makanan yang sehat dan menjaga gizi seimbang, membatasi gerakan berlebihan seperti mengangkat barang berat, tidak asal banyak jongkok karena ada tekniknya agar air ketuban tetap terjaga. Yoga hamil, squatting untuk membuat panggulku elastis, jalan pagi, perbanyak kurma, minum air putih, pijat oksitosin, provider yang tepat dan suami yang supportif adalah sumber keberhasilanku saat ini.

Terima kasih Tuhan dan anakku Adzkiya Ghani yang bekerja sama dengan baik selama proses kehamilan dan persalinan ❤

Tangan kananku yang kebas butuh waktu lama untuk pulih, dan tangan kiriku bengkak karena tusukan jarum infus namun akan mereda ketika sering dikompres air hangat. Nantikan cerita selanjutnya ya 😁